BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi
abad ke-21, membuat para ilmuan berlomba-lomba untuk menguak seluruh fenomena
yang terjadi di alam semesta ini melalui berbagai eksperimen maupun observasi.
Para fisikawan semula disibukkan
dengan awal mula kejadian alam. Banyak teori yang muncul dari semua penelitian.
Teori Kondensasi, Teori Steady-State, hingga Teori Dentuman Besar yang
lebih dikenal dengan Teori Big Bang. Tidak ada yang bisa mengetahui kebenaran
secara mutlak dari teori-teori tersebut. Akan tetapi banyak ilmuan yang mempercayai,
Teori Big Bang-lah yang mendekati kebenaran ilmiah. Selanjutnya, teori mengenai
berakhirnya alam ini pun juga menyedot perhatian para ilmuan. Terlebih dunia
juga sempat dikejutkan dengan salah satu film yang menceritakan tentang hari
berakhirnya alam ini, “Hari Kiamat”.
Kehancuran alam semesta merupakan
peristiwa yang paling besar dari serangkaian fenomena alam yang pasti akan
terjadi dalam sejarah kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup yang ada di
bumi ini. Ketika fenomena alam terbesar ini terjadi, alam semesta akan kembali menyusut
dan mengecil, sehingga benda-benda langit saling bertumbukan diremas oleh gaya
gravitasi yang maha kuat dan akhirnya masuk kembali dalam singularitas menuju
ketiadaan, Kiamat Universal[1].Hancurnya
alam semesta, diiringi dengan keadaan musnahnya umat manusia yang berarti
hancurnya seluruh peradaban yang telah dibangun oleh manusia selama
berabad-abad lamanya. Tentu saja banyak orang-orang yang ingin mengetahui kapan
dan bagaimana kiamat itu terjadi. Memang manusia tidak dapat meramalkan kapan
kehancuran alam semesta akan terjadi, tetapi bagi ilmuwan ada skenario-skenario
yang dapat dibuat yang menjurus pada kepunahan umat manusia. Begitu juga dengan
pemakalah yang mencoba mengkaji teori kehancuran alam semesta dari perspektif
Al-Qur’an dan Sains Modern (Teori Big Crunch).
Sains tidak dapat dikatakan netral,
melainkan mengandung nilai-nilai yang menyusup melaui konsensus para ilmuan
yang membenarkannya. Sains telah berkembang selama empat abad dalam lingkungan
bangsa Eropa yang tak Islam dan selama itu pula telah mewarisi nilai-nilai tak
Islami. Dasar pemikiran sains yang mereka susun membatasi sains itu sendiri
sedemikian rupa sehingga ia tak dapat menerima masukan dari agama, sehingga
agama dimasukkan dalam kelompok ilmu lain yaitu ilmu metafisika[2].
Tema kehancuran alam semesta perlu
ditinjau dari perspektif Islam dan Sains Modern. Hal tersebut karena sains
dikembangkan untuk mencari kebenaran, maka pada akhirnya ia akan bersesuaian
juga dengan Al-Qur’an. Sebab ayatullah dalam jagad raya atau Al-Kaun yang
diteliti oleh para saintis tidak mungkin bertentangan dengan ayatullah di dalam
Al-Qur’an. Kebenaran tentang kehancuran alam semesta yang terdapat dalam
berbagai ayat-ayat Al-Qur’an adalah absolut. Sains berusaha menjelaskan secara
ilmiah dari fenomena kiamat tersebut, dan untuk menguatkan informasi yang telah
ada dalam Al-Qur’an.
Ahmad Khoirun Marzuki mengungkapkan
perkara yang ditetapkan oleh Al-Qur’an mengenai hari kiamat tidak bertentangan
dengan teori ilmu alam yang dikemukakan oleh para pakar[3].
Timbul pertanyaan, bagaimana kehancuran alam semesta dalam perspektif Al-Qur’an
dan Sains? Dan apa pesan moral kiamat atau kehancuran alam semesta?
Dengan mempertimbangkan bahwa
Al-Qur’an sebagai sebuah wahyu dengan kebenarannya yang bersifat absolut
sehingga harus selalu ditafsirkan kembali sesuai dengan kebutuhan pada masa
kini, dan sains sebagai sebuah pengetahuan yang bersifat universal sehingga
perlu dibuktikan secara ilmiah, maka dipandang perlu untuk melakukan pengkajian
tentang Teori Kehancuran Alam dipandang dari Al-Qur’an dan Sains Modern.
Sistematika pembahasannya meliputi:
Teori Kehancuran Alam dalam Perspektif Al-Quran, Teori Kehancuran Alam menurut
Sains Modern (teori Big Crunch), dan hubungan diantara Islam dan Sains.
1.2.Tujuan
1.2.1. Mengetahui
ranah integrasi-interkoneksi teori kehancuran alam semesta perspektif Al-Qur’an
dan Sains modern
1.2.2. Mengetahui
model integrasi-interkoneksi teori kehancuran alam semesta perspektif Al-Qur’an
dan Sains modern
1.3.Batasan Masalah
Al-Qur’an memiliki banyak ayat yang menganjurkan manusia untuk berfikir dan
menggunakan akal mereka dalam mengungkapkan rahasia alam semesta[4].
Pada kesempatan ini, pemakalah membatasi sumber yang diambil dari ayat
Al-Quran. Ayat Al-Quran yang digunakan adalah surat Al-Anbiya’ ayat 104. ” Pada
hari kami melipat langit bagaikan melipat lembaran buku-buku”.
Kiamat atau kehancuran alam semesta merupakan fenomena tersendiri untuk
para cendekiawan dan ilmuan. Salah satu cabang ilmu yang menelaah kiamat adalah
sains. Dalam hal ini pemakalah membatasi kajian mengenai kehancuran alam
semesta perspektif sains pada teori Big Crunch.
1.4.Manfaat
1.4.1. Mempertebal
keimanan dan ketaqwaan.
1.4.2. Mengetahui
penjelasan Al-Quran mengenai Teori Kehancuran Alam.
1.4.3. Mengetahui
penyelidikan Sains mengenai Teori Kehancuran Alam.
1.4.4. Mengetahui
hubungan pendekatan Islam dan Sains (Fisika) tentang kehancuran alam semesta.
BAB II
KAJIAN YANG
RELEVAN
1.
Skripsi yang ditulis Oni Puji Astuti, (Fakultas
Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), berjudul: Kiamat Menurut Qur’an.
Skripsi ini berisi tentang Penelitian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang
kiamat, sehingga tidak ada keraguan untuk tidak mempercayai adanya kiamat.
sehingga umat Muslim lebih Istiqomah dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Ayat- ayat di dalam Al-Qur’an di kaji secara mendetail tentang peristiwa
kiamat. Perbedaannya dengan makalah penulis adalah bahwa dalam skripsi ini
tidak membahas tentang kiamat tersebut dari perspektif sains, sehingga yang
membaca skripsi ini khususnya kaum Muslim tidak mempunyai argumen untuk
menyangkal hal yang dikemukakan oleh ilmuan non Muslim yang tidak sejalan
dengan Al-Qur’an. Sedangkan dalam makalah penulis, membahas teori kehancuran
alam dalam dua perspektif, yaitu dari Al-Qur’an dan Sains.
2.
Skripsi yang ditulis oleh Efa Ida Amaliyah, (jurusan
Tadris Pendidikan Fisika, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta),
berjudul: Kehancuran Alam semesta dalam Al-Quran (Perspektif Kosmologi).
Skripsi ini berisi tentang kehancuran alam semesta dalam Al-Qur’an perspektif
kosmologi. Pada skripsi ini membahas kehancuran alam dari segi sains secara
global dengan mengambil berbagai macam teori seperti Big Crunch, Big Chill dan
Big Rip. Hail itu berbeda dengan makalah penulis yang lebih mengkhususkan pada
teori Big Crunch.
3.
Karya Tulis Ilimiah yang ditulis oleh Susanti Rahayu,
(jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan tekonologi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta), berjudul: Teori Kehancuran Alam menurut Islam dan Sains (Fisika).
Karya Tulis Ilmiah ini bersisi tentang teori kehancuran alam ditinjau lebih
umum yaitu dari Islam. Sehingga rujukannya tidak hanya dari Al-Qur’an melainkan
mengambil juga dari Hadits, hal tersebut yang membedakan dengan makalah
penulis. Pemakalah hanya mengambil teori dari satu ayat Al-Qur’an yaitu surat
al-Anbiya’ ayat 104. Selain itu, dalam perspektif sains, karya ilmiah ini
mengambil beberapa teori kehancuran alam, sedangkan pemakalah hanya ditinjau
dari satu teori, yaitu teori Big Crunch.
BAB III
KEHANCURAN ALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Teori kehancuran semakin berkembang seiring dengan adanya beragam isu
mengenai kapan tepatnya kehancuran alam terjadi. Dalam kehidupan masyarakat
hari kehancuran alam lebih dikenal dengan Hari Kiamat. Setelah masa yang
semakin berlalu, keadaan yang menandakan akan dekatnya zaman menuju kehancuran
semakin digali. Bahkan telah banyak ilmuan menemukan beberapa fenomena alam
yang dapat menjelaskan kebenaran Al-Quran dan hadis mengenai tanda datangnya
Hari Kehancuran Alam.
Tidak bisa dipungkiri, rahasia Hari
Kiamat hanya Allah SWT yang tahu, Dialah yang mengetahui segala sesuatu. Ketika
Komet Levi-Schumacher masuk ke dalam daerah Tata Surya dan tertangkap oleh
Yupiter, banyak komentar yang diberikan oleh para astronom. Mereka mengatakan,
apabila komet itu lolos, maka akan menghantam Bumi dan kehidupan di Bumi
akan lenyap[5].
Didalam Al-Quran sendiri, terdapat
beberapa tanda-tanda Hari Kehancuran salah satunya seperti dalam surat
Al-Anbiyaa’ ayat 104
يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ ۚ كَمَا
بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا
فَاعِلِينَ
Artinya: “Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran
buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama Kami akan
mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya Kami-lah yang akan
melaksanakannya.”
Ketakutan yang besar dan terbesar itu,
mulai terjadi pada hari Kami melipat langit dengan sangat mudah bagaikan
melipat lembaran buku-buku atau kertas. Ketika itulah bermula proses
perhitungan dan pembalasan. Hal itu sangat gampang Kami lakukan-walaupun
makhluk telah mati dan punah, karena sebagaimana Kami telah memulai
penciptaan pertama dari ketiadaan menjadi ada, begitulah Kami akan
mengulanginya. Itulah suatu janji atas diri Kami, yakni yang pasti
Kami tepati atas kehendak Kami sendiri bukan karena terpaksa; sesungguhnya
Kami-lah yang kan melaksanakannya. Demikian juga halnya dengan langit bila
ditutup atas kuasa Allah Swt. “semua langit dilipat dengan tangan kanan-Nya”
(QS. Az-Zumar: 97), dalam arti semua langit hilang dari pandangan dan
pengetahuan siapapun kecuali Allah Swt. dan siapa yang dikehendaki-Nya[6].
Pengetahuan tentang hari kehancuran,
hanya Allah yang mengetahuinya. Manusia hanya diberi ilmu sedikit[7].
Al-Qur’an hanya memberikan beberapa isyarat tentang hari kehancuran alam
semesta ini. Belum tentu sebagai suatu rangkian mekanisme yang pernah terjadi
atau dapat diprakirakan oleh sains saat ini. Tetapi mengkaji kemungkinan secara
ilmiah, diharapkan memerkuat keyakinan kita akan kepastian hari kehancuran.
Menurut teori evolusi bintang,
matahari akan membesar menjadi bintang raksasa, merah menjelang kematiaanya.
Pada saat itu matahari bersinar sedemikian terangnya hingga lautan akan
mendidih dan kering, batuan akan meleleh, dan kehidupan pun akan punah.
Kemudian matahari akan terus bertambah besar hingga planet-planet disekitarnya,
merkurius, venus, bumi dan bulan serta mars, masuk ke dalam bola gas matahari.
Barangkali kejadian inilah yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an Surat al-Qiyamah
ayat 7-9 sebagai “bersatunya matahari dan bulan”. Kita tidak bisa bicara
tentang rentang waktu tibanya peristiwa ini sampai akhirnya kehancuran ntotal
alam semesta. Karena, walaupun secara teoritik dapat diperkirakan kapan
matahari akan menjadi bintang raksasa merah, sekitar 5 milyar tahun lagi,
tetapi kepastian tentang saat kehancuran hanya Allah yang tahu.[8]
Jatuhnya pecahan komet berdiameter sekitar 100 meter
di Tunguska (Siberia Utara) menumbangkan hutan dengan radius 25 km, dan
ledakannya terdengar sejauh 800 km. ini contoh kerusakan akibat tumbukan benda
langit[9].
Kehancuran total nampaknya bermula dari berkontraksinya alam semesta. Kontraksi
atau pengerutan alam semesta yang digambarkan dalam model alam semesta yang
digambarkan dalam model alam semesta “tertutup” mirip dengan gambaran Al-Qur’an
tentang hari kehancuran semesta. “Apabila matahari digulung dan apabila
bintang-bintang berjatuhan” (at-Takwir: 1-2). Mungkin ini menggambarkan
ketika alam semesta mulai mengerut. Ketika itulah galaksi-galaksi mulai saling
mendekat dan bintang-bintang, termasuk tata surya, saling bertumbukan, atau
‘jatuh’ satu menimpa yang lain. Alam semesta makin mengecil ukurannya. Dan
akhirnya semua materi di alam semesta akan runtuh kembali menjadi satu kesatuan
seperti pada awal penciptaannya. Inilah yang disebut Big Crunch (keruntuhan
besar) sebagai kebalikan dari Big Bang, ledakan besar saat penciptaan
alam semesta. Kejadian inilah yang digambarkan oleh Allah SWT dalam Surat
al-Ambiya’ ayat 104 dengan mengumpamakan pengerutan alam semesta seperti makin
mampatnya lembaran kertas yang digulung.
BAB IV
KEHANCURAN ALAM PERSPEKTIF SAINS
MODERN
(TEORI BIG CRUNCH)
Big Crunch menyatakan alam semesta akan terus berkembang
hingga titik maksimal, kemudian setelah mencapai titik maksimal maka alam
semesta akan mengalami kompresi atau mengecil dan akhirnya kembali menjadi
titik[10].
Untuk menentukan nasib mana yang menunggu alam semesta, kita
perlu lebih mengerti secara menyeluruh faktor apa yang menyebabkan mengembang
dan mengempis. Tapi sebelum kita mempelajari lebih dalam, analogi sederhana
mungkin dapat membantu. Andaikan anda melempar sebuah batu ke udara. Selama
sebuah batu tersebut naik, gravitasi bumi akan melambatkan kenaikan batu dan
pada akhirnya menghentikan gerak batu sehingga batu jatuh kembali ke bumi. Di
sisi lain, jika anda dapat melemparkan batu lebih cepat daripada the earth’s
escape velocity , batu akan naik selamanya. Sifat pergerakan batu tergantung
pada kekuatan gravitasi dan impuls keatas yang diberikan kepada batu. Hal yang
sama berlaku untuk pengembangan alam semesta.
Tidak lama dari waktu kelahiran alam semesta, beberapa proses memulai
pengembangan alam semesta. Sejak saat itu gaya-gaya gravitasi antar galaksi dan
semua muatan-muatan alam semesta yang lain memperlambat ekspansi. Jika gaya
gravitasi alam semesta cukup lemah, atau jika impuls atau daya dorong awal
ekspansi cukup kuat, kita dapat perkirakan alam semesta akan mengembang
selamanya. Dan sebaliknya. Untuk mengukur kekuatan relatif dari efek-efek ini
terhadap alam semesta, kita dapat membandingkan energi gravitasi yang
mempertahankan posisi galaksi satu dengan yang lain dengan energi ekspansinya.
Untuk melihat seberapa kuat efek dari gravitasi, para ahli
astronomi menggunakan hukum gravitasi Newton, yang dimodifikasi untuk
menghitung teori relativitas. Yang akhirnya menyatakan bahwa jauh lebih mudah
untuk bekerja dengan rapat massa alam semesta (jumlah massa yang dikandung
menghasilkan volume). Alasannya adalah sederhana: para ahli astronomi dapat
mengukur rapat massa alam semesta tapi tidak bisa mengukur secara langsung
massanya. Untuk mengukur massanya, kita akan harus mengobservasi seluruh alam
semesta. Untuk mengukur rapat massanya, kita hanya perlu mengukur massa dalam
luasan tertentu, yang mewakili volume kosmos.
4.1.
Rapat Massa Alam Semesta
Untuk mengukur rapat massa alam semesta, para ahli astronomi
memilih sebuah volume dari alam semesta dan menghitung galaksi yang ada
didalamnya. Selanjutnya kita mengukur massa setiap galaksi, tambahkan
massa-massanya, dan bagi dengan volumenya. Sebagai contoh, untuk mengukur rapat
massa disuatu lokasi, para ahli astronomi memilih Local Group, yang tersusun
atas tiga galaksi besar dan sekitar dua dozen yang kecil. Massa total gas dan
bintang di Local Group diperkirakan menjadi sekitar 1012 massa matahari, yang
dapat kita ubah menjadi kilogram. Selanjutnya, massa dibagi dengan volume Local
Group, yang diasumsikan sebagai sebuah bola dengan radius adalah jarak dari
pusat Local Group ke kelompok galaksi yang terdekat selanjutnya, sekitar 3 Mpc
(bisa diubah ke meter) jauhnya. Menggunakan rumus volume bola menghasilkan
volume Local Group. Pembagian massa dengan volume ini menghasilkan rapat massa.
Disekitar Local
Group adalah lingkungan suatu materi yang lebih beraneka ragam daripada
rata-rata. Untuk mendapatkan sample yang lebih mewakili, kita harus melihat
pada daerah yang lebih luas yang mencakup baik gugusan-gugusan maupun
ruang-ruang kosong, dan kita harus memasukkan gas antar galaksi, terutama pada
gugusan-gugusan. Sebuah perhitungan yang mirip untuk volume yang lebih besar
dari galaksi ini dihasilkan sebuah nilai yang sedikit lebih kecil sekitar
kilogram per liter atau, rata-rata, secara kasar 2 atom hidrogen per 10 meter
kubik. Rapat massa yang rendah ini memeberikan beberapa indikasi seberapa tipis
rapat massa alam semesta saat ini.
Untuk
menentukan apakah alam semesta akan berkembang selamanya atau mengempis, para
ahli astronomi membandingkan observasi rapat massa ini dengan rapat massa
kritis yang dihitung secara teori, yang ditulis dengan huruf rho . Jika rapat
massa sebenarnya lebih besar daripada rapat massa kritis, alam semesta akan
mengempis; jika lebih kecil, alam semesta akan mengembang selamanya. Kita dapat
menghitung rapat massa kritis dengan membandingkan energi potensial gravitasi
pada sebuah volume dengan energi kinetik ekspansi pada volume yang sama. Pada
rapat massa kritis, kedua energi bernilai sama.
Energi potensial gravitasi tergantung pada rapat massa dan
konstanta gravitasi Newton, dimana enegri kinetik tergantung pada kecepatan
ekspansi kuadrat. Para ahli astronomi menggunakan besaran yang disebut omega
untuk mengindikasikan seberapa dekat rapat massa yang diamati terhadap rapat
massa kritis. Untuk jumlah materi dalam alam semesta, ahli kosmologi menentukan
sebagai nilai dari rapat massa yang sesungguhnya dibagi dengan rapat massa
kritis: Big Bang terjadi kurang dari 10 milyar tahun yang lalu. Hal ini
dikarenakan pengurangan kecepatan alam semesta yang pada awalnya mengembang
dengan cepat, jadi dapat mencapai ukuran yang besar lebih cepat daripada alam,
kemampuan alam semesta untuk mempertahankan laju tetap ekspansi yang lebih
lambat. Umur untuk alam semesta dibawah 10 milyar tahun adalah masalah utama,
karena terdapat gugusan berbentuk bola yang diperkirakan berumur 12-13 tahun
dan tidak mungkin didalam alam semesta dapat menjadi lebih tua daripada alam
semesta itu sendiri.
4.2.
Ditemukannya Supernova Tipe Ia
Untuk mengembangkan prediksi mengenai nasib akhir alam
semesta, para ahli kosmologi telah mengembangkan perngertian yang berbeda
menguji bagaimana alam semesta mengembang. Selain mengukur laju terkini dari
ekspansi dan rapat massa alam semesta, cara lain adalah melihat pada sejarah
ekspansi. sejarah ekspansi yang diilustrasikan menunjukkan tiga model dari
sejarah ekspansi antara Big Bang dan massa kini. Meskipun tiga model berbeda
dalam memprediksikan umur alam semesta, hal ini sangat sulit untuk mengukur
secara langsung. Kita malah dapat mencari perbedaan antara model pada perbedaan
redshifts atau pergeseran yang terjadi ketika cahaya datang dari objek dilihat secara
proporsional meningkat pada panjang gelombang, atau bergeser ke ujung merah
spektrum. Obervasi supernova memungkinkan kita melakukan beberapa pengukuran,
meskipun hal tersebut sering menemui kesulitan untuk memperoleh untuk beberapa
galaksi yang jauh. Pada tahun 1990an, dengan menggunakan Hubble Space
Telescope, para ahli astronomi memiliki kemungkinan untuk ledakan-ledakan
supernova pada beberapa galaksi yang jauh. Terutama mereka telah mendeteksi
supernova tipe Ia, yang dihasilkan dari ledakan white dwarfs.
4.3.
Energi Gelap
Alam semesta beserta materi gelap akan mempercepat lebih
cepat di masa depan. Pembahasan kita mengenai alam semesta saat ini didasarkan
pada asumsi bahwa ekspansi disebabkan hanya oleh gravitasi materi didalamnya.
Hal ini sebenarnya muncul menjadi sebuah penjelasan yang baik tentang bagaimana
alam semesta mengembang, tetapi tarikan gravitasi hanya dapat semakin
melemahkan ekspansi, dan hal ini bukan hasil yang ditunjukkan oleh supernova.
Penjelasan terbaik saat ini dari hasil yang kuat ini datang
dari usaha awal Einstein untuk mengembangkan teori relitivitas umum. Einstein
mengembangkan persamaan-persamaan untuk menjelaskan bagaimana materi dan energy
curve space dan pembentukan gaya gravitasi. Ketika dia memecahkan beberapa
persamaan, dia meletakkan bersamaan untuk mendeskripsikan grativitas, solusi
matematisnya memungkinkan sebuah bentuk tambahan. Bentuk ini disebut tetapan
kosmologis karena matematika relativitas umum mengusulkan bahwa hal tersebut
seharusnya sama dimanapun dan sepanjang waktu.
Sebuah cara penjelasan tetapan kosmologis adalah sebagai
sebuah energi yang mengisi sebuah ruang.energi ini tidak seperti energi-energi
yang familiar untuk kita. Tetap konstan dimana pun, tetap ada bahkan ketika
tidak ada apapun kecuali ruang, dan tidak berubah menipis seiring dengan ruang
yang mengembang. Hal ini berbeda dengan bagaimana sifat materi dan energi
elektromagnetik yang menyebar dan menjadi semakin tipis seiring dengan alam
semesta yang mengembang.
Tidak ada pengukuran pada massa Einstein untuk menentukan
nilai dari tetapan kosmologis. Bagaimanapun juga, jika tetapan kosmologis
adalah nol, meniadakan pengaruh gravitasi. Level tetap dari energi dimanapun
menciptakan sebuah jenis tolakan kosmik, memicu ruang untuk berekspansi lebih cepat.
Para ahli astronomi telah memberikan nama deskriptif tetapan kosmologis energi
gelap karena merupakan pendamping materi gelap.
Sebenarnya, Einstein telah mengembangkan relatifitas umum
sebelum Hubble menemukan ekspansi alam semesta, dan pada waktu itu alam semesta
telah sedikit tetap statis daripada berekspansi atau berkontraksi. Relativitas
umum memperkirakan bahwa alam semesta seharusnya bergerak, jadi Einstein
mengusulkan bahwa tetapan kosmologis kemungkinan menjadi cukup besar dan
menyeimbangkan tarikan gravitasi, membuat alam semesta statis/diam. Kemudian,
dalam beberapa tahun sejak Usulan Einstein tentang tetapan kosmologi, para ahli
astronomi menemukan bahwa alam semesta pada faktanya mengembang, dan Einstein
menyimpulkan dia seharusnya menetapkan tetapan kosmologis sama dengan nol
seterusnya. Dia menyebutnya “greatest blunder” karena dia kemungkinan memiliki
perkiraan sebenarnya mengenai ekspansi alam semesta untuk memasukkan kedalam
daftar penemuannya yang luar biasa. Sejak saat itu, para ahli kosmologi
mencatat kemungkinan dari tetapan kosmologis, tapi berdekade-dekade sebagian
besar mengasumsikan bahwa konstanta kosmologis bernilai nol. Sementara itu,
walaupun, energi gelap akan tetap konstan, sehingga efek tolakannya mulai
menjadi pengaruh yang kuat untuk mempercepat alam semesta. Alam semesta telah
meneruskan kecepatan selanjutnya, jika kita memperhitungkan ke masa depan, alam
semesta seharusnya berekspansi semakin cepat dan cepat.
Jika model ini benar dan merupakan teori yang paling baik berimplikasi
bahwa alam semesta akan menghentikan dirinya sendiri. ruang akan berekspansi
semakin cepat dan cepat sampai materi pada saat ini saling berdekatan bersama
banyak sekali dengan ekspansi ruang yang cepat. Ini adalah alternatif nasib
dimana alam semesta tidak berekspansi selamanya: berekspansi sangat cepat
dimana setiap bagian dari alam semesta pada akhirnya tertarik terpisah dari
setiap bagian lainnya pada kecepatan yang menjadi semakin cepat yang mana
semuanya musnah dari penglihatan masing-masing.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1.Ranah
Integrasi-Interkoneksi teori Kehancuran Alam Semesta
5.1.1.
Ranah Epistimologi teori Kehancuran Alam Semesta dalam
QS. Al-Anbiyaa’ ayat 104 dan Teori Big Crunch
“ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran
buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama Kami akan
mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya Kami-lah yang akan
melaksanakannya.”
Ayat diatas menyatakan bahwa langit akan digulung
seperti lembaran-lembaran kertas dalam hal ini langit akan berubah bentuk dari
luar menjadi sempit. Alam semesta pada teori Big Crunch diprediksi tidak akan
berekspansi secara terus menerus. Menurut rapat massa alam semesta, suatu saat
nanti gaya gravitasi antar galaksi yang mempengaruhi ekspansi akan melemah. Dan
secara langsung akan memperlambat laju ekspansi. Sebagaimana dinyatakan pada
teori Big Crunch, dimana bukan hanya gaya gravitasi yang mempengaruhi ekspansi
alam semesta. Namun awal mula terjadinya ekpansi itu sendiri juga sangat
berpengaruh atas kelangsungan ekspansi alam semesta ini. Sebuah proses ekspansi
alam semesta pada awalnya tentu menghasilkan ukuran alam semesta yang berbeda
dengan sekarang. Ukuran alam semesta pada awal ekspansi menentukan kecepatan
ekspansi pada waktu itu. Dan didapatkan bahwa laju ekspansi pada masa yang lalu
lebih lambat daripada masa kini. Hal tersebut juga ditemukan ketika dilakukan
observasi terhadap supernova jenis Ia.
Selain gaya
gravitasi didalam materi penyusun alam semesta, terdapat beberapa energi yang
mempengaruhi ekspansi alam semesta yaitu energi gelap. Yang sifatnya sebanding
dengan dorongan awal sebuah titik sumber ekspansi. Energi gelap ini terdapat
dalam alam semesta dalam berkaitan erat dengan materi gelap. Sifat energi gelap
ini memicu laju ekspansi.
Teori ini telah dibuktikan dengan hasil pengamatan Hubble
Space Telscope yang mengobservasi supernova-supernova bahkan yang jauh
sekalipun.
Ranah epistimologi yang digunakan dalam pembahasan ini menggunakan metode
informatif- konfirmatif/klarifikatif yaitu sains memberikan penjelasan yang
lebih khusus terhadap pernyataan pada Al-Qur’an.
5.1.2.
Ranah Aksiologi Teori Kehancuran Alam Semesta
Semangat Al-Qur’an, menurut Fazlur Rahman adalah
semangat moral[11].
Bahkan tujuan Nabi diutus ke bumi untuk menyempurnakan moral. Oleh karena itu,
setiap upaya penafsiran Al-Qur’an tidak dapat melepaskan diri dari pesan dan
moral. Demikian halnya dengan ayat Al-Qur’an yang mebahas tentang kehancuran
alam. Ada beberapa pesan moral kehancuran alam semesta
1. Mengubah
pandangan hidup dunia materialistik menjadi seimbang antara dunia akhirat
Adanya
kehidupan akhirat, menurut Qur’an adalah sangat penting karena berbagai
alasan. Pertama, moral dan keadilan, menurut Al-Qur’an adalah kualitas
untuk menilai amal perbuatan manusia karena keadilan tidak dapat dijamin
berdasarkan apa yang terjadi di dunia. Kedua, tujuan-tujuan hidup harus
dijelaskan dengan seterang-terangnya, sehingga manusia dapat melihat apa yang
telah diperjuangkan. Ketiga, pembantahan dan perbedaan pendapat dan
konflik di antara orientasi-orientasi manusia harus diselesaikan
2. Mendorong
manusia berfikir Positif
Pesan moral
kehancuran alam (kiamat) adalah untuk mendorong manusia beraktifitas yang
positif (amal sholeh). Pengetahuan sains telah menyebutkan bahwa kehancuran
alam pasti akan terjadi. Dalam Al-Qur’an, berbagai ayat mengajarkan akan
keyakinan akan adanya hari pembalasan mengantarkan manusia untuk melakukan
berbagai amal sholeh dalam kehidupannya.
3. Menumbuhkan
rasa tanggung jawab
Amir
Nuruddin mengutip pendapat A. Mukti Ali bahwa semangat poko dalam Al-Qur’an
adalah untuk me]nanamkan ke dalam jiwa kesadaran tentang tanggung jawab.
4. Pembenahan
Diri Seawal Mungkin
Sains tidak
apat dikatakan netral, melainkan mengandung nilai-nilai yang menyusup melalui
para pakar yang mengembangkannya. Umat islam harus menekankan kepada umat
muslim terutama peserta didik bahwa sains didasarkan pada eksperimental dan
observasi terhadap alam yang tampak ini dan tidak mempunyai sekelumit pun
pengetahuan tentang alam gaib. Kita harus menegaskan bahwa ekstrapolasi sains
sampai pada periode penciptaan alam semesta tidak dijamin kebenarannya karena
para pakar sendiri tidak tahu apa yang terjadi sebelum apa yang mereka namakan
waktu Planck; yaitu seper-sepuluh-juta-triliun-triliun sekon sesudah
penciptaan. Dan umat islam harus menjelaskan bahwa sains berkembang melalui
berbagai tahapan. Pada tahapan-tahapan tertentu mungkin saja dalam sains tidak
sesuai, atau bahkan saling bertentangan dengan isli Al-Qur’an. Akan tetapi
karena sains dikembangkan untuk mencari kebenaran, maka pada akhirnya akan
bersesuaian dengan Al-Qur’an[12].
5.2.Model
Integrasi-Interkoneksi Teori Kehancuran Alam Semesta
5.2.1.
Model Informatif Teori Kehancuran Alam Semesta
Pembahasan mengenai kehancuran alam
semesta dalam sudut pandang Islam dan sains menunjukkan adanya kesamaan. Ilmu
Islam (Al-Qur’an) memberikan informasi kepada ilmu sains dan teknologi bahwa
alam semesta akan mengerut dan mengalami kehancuran. Dalam surat Al-Anbiyaa’
ayat 104 “ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran
buku-buku.” Secara tersurat menjelaskan bagaimana proses terjadinya hari
akhir atau kehancuran dari alam semesta. Demikian juga dalam sains yang
menjelaskan proses kehancuran alam semesta yang serupa. Menurut Teori Big
Crunch, alam semesta akan berhenti berekspansi dan menyusut menjadi sebuah
titik. Dengan demikian, displin ilmu Islam memberikan informasi kepada disiplin
ilmu sains.
5.2.2.
Model Konfirmatif / Klarifikatif teori Kehancuran Alam
Semesta
Al-Quran dalam surat Al-Anbiyaa’
ayat 104 yang menjelaskan “ Pada hari Kami melipat langit bagaikan melipat
lembaran buku-buku. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama Kami akan
mengulanginya. Suatu janji atas diri Kami sesungguhnya Kami-lah yang akan
melaksanakannya.” Ayat tersebut menerangkan bahwa bumi yang dihuni oleh
manusia dan makhluk lainnya akan mengalami kehancuran. Agama islam menyebutnya
dengan hari kiamat, seperti yang termuat pada rukun iman yang ke-6, yaitu iman
kepada hari akhir. Fenomena kehancuran alam semesta yang telah dijelaskan oleh
Al-Qur’an kemudian dipertegas oleh ilmu sains dan teknologi yaitu Teori Big
Crunch. Dengan demikian, para ilmuan telah membuktikan QS. Al-Anbiyaa’ ayat
104 secara ilmiah yaitu dengan Teori Big Crunch.
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ranah
Integrasi-Interkoneksi pada pembahasan kehancuran alam semesta adalah epistemologi-epistemologi
dan aksiologi-aksiologi.
QS.
al-Anbiyaa’:104 menyatakan bahwa langit akan digulung seperti
lembaran-lembaran kertas dalam hal ini langit akan berubah bentuk dari luar
menjadi sempit. Alam semesta pada teori Big Crunch diprediksi akan mengembang
sampai titik maksimal lalu mengecil menjadi satu titik.
2. Model
Integrasi-Interkoneksi pada pembahasan kehancuran alam semesta adalah informatif-konfirmatif/klarifikatif.
Ilmu Islam
(Al-Qur’an) memberikan informasi kepada ilmu sains (teori Big Crunch) tentang
kehancuran alam semesta. Informasi tentang kehancuran alam semesta dalam
Al-Qur’an dipertegas oleh ilmu sains (Teori Big Crunch)
Saran
Diharapkan kepada para pembaca untuk
meneliti kehancuran alam atau mimata dengan pendekatan ilmu pengetahuan. Dengan
pendekatan itu, diharapkan kiamata dapat dijelaskan secara lebih rasional
dengan menggunakan berbagai teori-teori dan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan
yang modern dengan masih berpijak pada Al-Qur’an sebagai petunjuk manusia.
Sehingga antara Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan akan saling melengkapi dengan
menghilangkan dikotomi di antara keduanya. Oleh karena itu, bagi para ilmuwan
dan umat islam pada umumnya serta pemakalah pada khususnya, dapatlah
mengembangkan diri dan bangkit serta kembali menguasai ilmu pengetahuan, sesuai
dengan dispilin ilmu yang dikuasai atau diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Baiquni, Achmad.1997. Al-Qur’an dan Ilmu
Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI. 2010. Penciptaan Jagat Raya dalam Perspektif
Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Marzuki, A. Khoirun. 1997. Kiamat: Surga dan
Neraka.Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Rahman, Fazlur. 1994. Islam, terj. Ahsin
Muhamad. Bandung: Pustaka.
Schneider, Stephen Ewing. 2007. Pathways To
Astronomy. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan,
Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lantera Hati.
Sulaiman, Ahmad Mahmud. 2001. Tuhan dan Sains. Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta.
[1] Achmad Baichuni, Al-Quran
dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa,
1997), hal. 273.
[6]
M. Quraish Shihab. Tafsir
Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lantera Hati.
2002), hal. 514-515
[7] Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Penciptaan Jagat Raya dalam
Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur’an, 2010), hal. 134.
[10] Stephen Ewing Schneider. Pathways
To Astronomy. ( New York: The McGraw-Hill Companies, Inc., 2007), hal. 676.
[11] Fazlur Rahman, Islam, terj.
Ahsin Muhamad (Bandung: Pustaka, 1994), hal 36
0 komentar:
Posting Komentar