BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkawinan merupakan lembaga, dan wadah yang sah untuk
menyalurkan hasrat seksual antara laki-laki dan perempuan yaiu antara suami dan
istri. Hal ini diatur secara ketat dalam agama islam, dan dalam perkawinanlah
hasrat seksual dapat dibenarkan, dan dapat dihalalkan serta diridhai Allah SWT.
Bahkan lebih dari itu dalam Islam, hubungan seksual akan mendapat pahala bila
dilakukan dalam lembaga pernikahan yang sah. Namun, sejalan dengan perkembangan
masyarakat yang semakin kompleks dan pesat dewasa ini banyak ditemukan penyimpangan
dalam penyaluran hasrat seksual seseorang. Salah satu bentuk penyimpangan atau
kelainan seksual adalah incest. Incest sendiri adalah hubungan
badan atau hubungan sekseual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai
ikatan pertalian darah atau istilah genetiknya In Breeding. Menurut bidang kedokteran, yang dimaksud perkawinan sedarah adalah perkawinan antara saudara sekandung.
Dalam hal larangan perkawinan, Al-Qur’an memberikan
aturan yang tegas dan terperinci. Dalam Surat An-Nisa ayat 22-23 Allah SWT
dengan tegas menjelaskan siapa saja perempuan yang haram untuk dinikahi.
Perempuan itu adalah ibu tiri, ibu kandung, anak kandung, saudara kandung,
seayah atau seibu, bibi dari ayah, bibi dari ibu, keponakan dari saudara
laki-laki, keponakan dari saudara perempuan, ibu yang menyusui, saudara
sesusuan, mertua, anak tiri dari istri yang sudah diajak berhubungan intim,
menantu, ipar (untuk dimadu), dan perempuan yang bersuami.
Syariat atau
ajaran islam senantiasa menganjurkan umatnya untuk melaksanakan perkawinan,
karena perkawinan merupakan sunnatullah, perkawinan merupakan jalan yang paling
mulia bagi laki-laki maupun permempuan untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya
dan untuk melanjutkan keturunannya. Dari sudut peninjauan ilmu kedokteran
maupun biologi terhadap perkawinan incest
menyatakan bahwa adanya kemungkinan dampak negatif terhadap keturunan yang
dilahirkan, maka hal ini jelas berkaitan erat dengan hal ikhwal kemaslakhatan.
Demi kemaslakhatan syariat islam menganjurkan untuk menghindari perkawinan incest. Dari berbagai kejanggalan
mengenai perkawinan incest itu
sendiri makalah ini akan mengupas sedikit mengenai incest, semoga bisa
bermanfaat dan bisa diaplikasikan ilmu dan pengetahuan ini bisa terus
berkembang menekuni jalan yang diridhoi oleh-Nya.
1.2 Tujuan
1
Mengetahui ranah
integrasi-interkoneksi perkawinan incest
dalam perspektif islam dan sains.
2
Mengetahui model
integrasi-interkoneksi perkawinan insect dalam
perspektif islam dan sains.
BAB II
INCEST (PERKAWINAN SEDARAH) DALAM PERSPEKTIF SAINS
A.
Ontologi
2.1 Pengertian
Incest berasal
dari kata bahsa latin Cestus yang berarti murni. Jadi incestus berarti tidak
murni. Incest adalah hubungan badan atau hubungan sekseual yang terjadi antara
dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah atau istilah genetiknya In
Breeding. Istilah Incest juga dianggap suatu hubungan melalui jalur pernikahan
antara sesama anggota keluarga/pernikahan sedarah dimana secara hukum atau adat
istiadat itu dilarang. Di berbagai Negara, larangan Incest sudah di tetapkan
secara hukum tertulis. Menurut bidang kedokteran, yang dimaksud perkawinan sedarah adalah perkawinan anatara sekandung. Tetapi bisa diperluas lagi tidak hanya saudara saudara kandung, melainkan perkawinan yang dilangsungkan antara sepupu yang belum mencapai tiga turunan dan hukumnya haram karena perkawinan ini banyak mudharatnya.
2.2 Larangan Perkawinan Sedarah/ Incest dalam Biologi
Incest ialah kontak seksual yang dilarang oleh karena hubungan keluarga. Kontak seksual tersebut dapat terjadi
antara ayah dan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-laki, antara saudara
laki-laki dan perempuan, sepupu tertentu, dan banyak lagi yang dilarang
secara agama maupun kultur. Misalnya sesama sepupu dimana ayah keduanya adalah
kakak beradik, pada sebagian kultur hal ini tidak bermasalah, tapi pada kultur
lain hal ini dilarang. Namun, bila hal ini tetap terjadi maka telah terjadi
incest.
Dalam
perkawinan incest dilarang baik dalam agama, kultur atau Ilmu bIologi. Dalam
ilmu genetik, pernikahan dengan sesama kerabat keluarga (sampai sejauh sepupu
II – great grandparents yang sama) disebut dengan consanguineous marriage.
Secara umum consanguineous marriage diterjemahkan sebagai perkawinan sedarah. Dalam ilmu kedokteran maupun biologi perkawinan ini dihindari karena
mengingat dampak yang bisa ditimbulkan pada keturunannya yang bisa berakibat
fatal.
B.
Epistemologi
2.3 Faktor- faktor Penyebab
Faktor penyebab terjadinya proses
incest diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Faktor Internal,
terdiri dari :
Ø Biologis merupakan dorongan
seksual yang terlalu besar dan ketidak mampuan pelaku mengendalikan hawa nafsu
seksnya. Faktor
biologis ini merupakan faktor yang susah untuk di sembuhkan.
Ø Psikologis, karena pelaku
memiliki kepribadian menyimpang, seperti minder, tidak percaya diri, kurang
pergaulan, menarik diri dan sebagainya. Kurang pergaulan yang
mana pada keluarga tertentu di larang bergaul dengan dunia luar. Kadang –
kadang ada juga penyebab dimana satu keluarga di larang menikah di luar
kalangannya agar semua harta yang dimiliki tidak keluar dari keluarga besarnya.
Ada juga kemungkinan di harapkan supaya turunan mereka lebih asli sebagai
bangsawan.
2.
Faktor Eksternal,
yang terdiri dari :
Ø Ekonomi Keluarga, masyarakat
dengan tingkat ekonomi rendah atau mempunyai keterbatasan pendapatan untuk
bermain diluar lingkungan mereka sehingga mempengaruhi cara pandang dan
mempersempit ruang lingkup pergaulan. Dalam masyarakat yang kurang mampu hal
ini banyak sekali terjadi. Kemiskinan yang absolut menyebabkan seluruh anggota
keluarga suami istri dan anak-anak tidur dalam satu tempat tidur. Apabila satu
waktu seorang ayah bersentuhan dengan anak perempuannya yang masih gadis maka
ada kemungkinan salah satu dari keduanya bisa terangsang yang akhirnya terjadi
hubungan seksual, paling tidak kontak seksual. Situasi semacam ini memungkinkan
utuk terjadinya incest kala ada kesemptan
Ø Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan yang Rendah, karena
faktor inilah kemampuan berfikir seseorang tidak berkembang, mereka tidak
berfikir logis, tidak memikirkan dampak kedepannya seperti apa, mereka hanya
berfikir hanya untuk kepuasan semata.
Ø Tingkat pemahaman agama dan penerapan aqidah serta norma
agama yang kurang.
Ø Konflik budaya
Ø Pengangguran
C.
Aksiologi
Dari telaah ilmu biologi terhadap perkawinan incest itu dilarang karena untuk tujuan
kebaikan pula bagi setiap individu, hal ini akan menuntun pada kebaikan dan
demi keselamatan kesehatan mental dan juga fisik untuk menghindari adanya
perkawinan incest. Dari hasil
penelitian oleh Achmad Fauzi menyatakan bahwa perkawinan sedarah kurang bak dan
berdampak negatif terhadap keturunannya seperti anak mengalami cacat fisik dan
mental karena hubungan darah antara suami dan istri terlalu dekat.
Berikut akan dipaparkan beberapa dampak yang mungkin
terjadi seandainya melakukan perkawinan incest.
1.
Dampak Psikologis,
incest dapat menimbulkan tekanan psikologis.
Ø Masalah
konstruksi social tentang keluarga, misalnya masyarakat mengenal ayah dan anak
sebagai satu kesatuan keluarga. Tetapi jika terjadi kasus Incest, maka status
ayahnya tersebut menjadi ganda, ayah sekaligus kakek.
Ø Kasus
pemerkosaan Incest, misalnya pemerkosaan ayah terhadap anak perempuannya, anak
laki – laki kepada ibunya. Dalam hal ini mungkin terjadi didasarkan kelainan
anak yang terlalu mencintai ibunya, dalam ilmu psikologis disebut dengan
istilah Oedipus Compleks.
Ø Dari
berbagai peristiwa hubungan incest yang banyak di laporkan di media akhir –
akhir ini menunjukan betapa menderitanya perempuan korban incest.
Ketergantungan dan ketakutan akan ancaman membuat perempuan tidak bisa
menolak di perkosa oleh ayah, kakek, paman, saudara atau anaknya sendiri.
Sangat sulit bagi mereka untuk keluar dari kekerasan berlapis – lapis itu
karena mereka sangat tergantung hidupnya pada pelaku dan masih berfikir tidak
mau membuka aib laki – laki yang pada dasarnya di sayanginya yang
seharusnya menyayanginya dan menjadi pelindung bagi keluarganya terutama (istri
dan anak perempuannya) dengan terjadinya incest akibatnya mereka mengalami
trauma seumur hidup dan gangguan jiwa., sehingga kejiwaannya akan terganggu hal
ini merupakan dampak psikologis dari peristiwa incest.
2.
Dampak Terhadap
Fisik dan Biologis
Dari segi medis tidak
setiap pernikahan Incest akan melahirkan keturunan yang memiliki kelainan atau
gangguan kesehatan. Incest
memiliki alasan besar yang patut dipertimbangkan dari kesehatan medis. Peristiwa incest
apalagi pemerkosaan incest dapat menyebabkan rusaknya alat reproduksi anak dan
resiko tertular penyakit menular seksual. Korban dan pelaku menjadi stress yang
akan merusak kesehatan kejiwaan mereka. Dampak lainnya dari hubungan incest
adalah kemungkinan menghasilkan keturunan yang lebih banyak membawa gen
homozigot. Beberapa penyakit yang di turunkan melalui gen homozigot resesif
yang dapat menyebabkan kematian pada bayi yaitu fatal anemia, gangguan
penglihatan pada anak umur 4 – 7 tahun yang bias berakibat buta, albino,
polydactyl dan sebagainya. Pada perkawinan sepupu yang mengandung gen albino
maka kemungkinan keturunan albino lebih besar 13,4 kali di bandingkan
perkawinan biasa. Kelemahan genetic lebih berpeluang muncul dan riwayat genetic
yang buruk akan bertambah dominan serta banyak muncul ketika lahir dari orang
tua yang memiliki kedekatan keturunan. Selain itu banyak penyakit genetic yang
peluang munculnya lebih besar pada anak yang dilahirkan dari kasus incest
Banyak penyakit genetika yang berpeluang muncul lebih besar, seperti :
Ø
Skizoprenia : kromosom yang mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Penyakit ini merupakan suatu gangguan psikologis fungsional
berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala – gejala psikotik
yang khas dan oleh kemunduran fungsi social, fungsi kerja, dan perawatan
diri.penyakit ini mempunyai beberapa tipe yaitu: Skizofrenia tipe I
ditandai dengan menonjolnya gejala – gejala positif seperti halusinasi, delusi,
dan asosiasi longgar, sedangkan pada skizofrenia tipe II ditemukan gejala –
gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang buruk.
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi yang sangat mirip di seluruh dunia,
penyakit ini terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang Sama. Gejala –
gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja awal atau dua puluhan. Pada pria
sering mengalami penyakit ini lebih awal di bandingkan dengan wanita.
Ø
Leukodystrophine atau kelainan pada bagian
syaraf yang disebut milin, yang merupakan lemak yang meliputi insulates serat
saraf yang menyebabkan proses pembentukan enzim terganggu. Tanda – tanda gejala
penyakit ini biasanya di mulai pada awal bayi, namun tentu saja kondisi bias
sangat bervariasi. Bayi yang mempunyai penyakit ini biasanya normal untuk
beberapa bulan pertama lahir akan tetapi pada bulan – bulan berikutnya akan
terlihat kelainannya.
Ø
Idiot : keterlambatan mental serta perkembangan
otak yang lemah. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik
dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down.
Karena cirri – cirri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek,
kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongoloid maka sering juga
di kenal dengan mongolisme.
Ø
Kecacatan kelahiran bisa muncul akibat
ketegangan saat ibu mengandung dan adanya rasa penolakan secara emosional dari
ibu. Gangguan emosional yang dialami si ibu akibat kehamilan yang tidak
di harapakan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janian pra
dan pasca kelahiran dan pada akhirrnya bayi yang ada dalam rahim ibupun akan
mengalami kelainan – kelainan genetic yang nantinya akan berdampak buruk pada
bayi tersebut.
Ø Hemophilia
: penyakit sel darah merah yang pecah yang mengakibatkan anak harus menerus
mendapatkan transfuse darah. Penyakit ini merupakan gangguan perdarahan yang
bersifat herediter akibat kekurangan factor pembekuan.
Ø Buta Warna Hemofilia
Ø Thalasimi
Ø Alergi
Ø Albino
Ø Asma
Ø Diabetes
Malitus dll.
Dalam kacamata ilmu biologi khususnya ilmu genetik pernikahan dengan sesama kerabat keluarga (sampai
sejauh sepupu II – great grandparents yang sama) disebut dengan consanguineous
marriage. Secara umum consanguineous marriage diterjemahkan sebagai perkawinan
sedarah. Misalnya
penyakit thalasimia
Kakek dan
Nenek
Kakek
menderita thalasimea dan nenek normal homozigot
XtYt ><
XTXT
Maka
menghasikan keturunan
2(XTXt) =
perempuan 50% normal Carier
2(XTYt) =
laki-laki 50% normal karier
Di ansumsikan memiliki 4 anak, 2 laki dan 2 perempua.
Maka akan
menghasilkan keturunan 100% sehat semua, tetapi bersifat karier.
Andai
kan saja perempuan tersebut kawin dengan saudara kandungnya apa yang
terjadi kita lihat dibawah ini
XTYt
>< XTXt
Maka
keturunannya adalah
XXT =
25 % Perempuan Normal Normal
XTXt =
25 % Perempuan Normal carier
XTYt =
25 % Laki-laki Normal carier
XtYt =
25 % Laki-laki kena penyakit thalasimia
Keterangan:
TT= Normal (
100% normal)
Tt =
carier (normal tetapi pembawa sifat penyakittapi tidak tampak)
tt =
Penderita
Adanya perkawinan sepupu,
kemungkinan besar kena penyakit thalasimia pada cucunya, cara menghilangkannya,
ya pernikahan dengan selain penderita thalasimia / yang kena karier thalsimia. Thalasemia adalah kelainan darah karena hemoglobin
darah mudah sekali pecah. Penyakit ini merupakan genetik yang diturunkan jika
kedua orangtuanya adalah pembawa sifat (carrier). Akibat kelainan darah ini
membuat anak terlihat pucat dan harus mendapatkan transfusi darah secara
teratur agar hemoglobinnya tetap normal.
3.
Dampak bagi
Kemanusiaan
Nurani
kemanusiaan universal ( secara umum ) yang beradab sampai hari ini, detik ini
mengutuk incest sebagai kriminalitas terhadap nilai – nilai kemanusiaan.
Meskipun dilakukan secara suka sama suka ( sukarela )dan tidak ada yang merasa
menjadi korban, incest telah mengorbankan persaan moral public. Dengan
terjadinya incest ini moral – moral kemanusiaan akan hilang dan masa depan
bangsa kita ( indonesia) akan terpuruk apabila generasi masa depannya
saja mempunyai moral – moral yang tidak manusiawi dan tidak melihat pada kaca
mata agama.
4.
Dampak dari segi
Sosial
Peristiwa
hubungan incest yang terjadi pada suatu keluarga akan menyebabkan hancurnya
nama keluarga tersebut di mata masyarakat. Keluarga tersebut dapat di kucilkan
oleh masyarakat dan menjadi bahan pembicaraan di tengah masyarakat. Masalah
yang lebih penting di cermati dalam kasus anak hasil incest, dimana ayah
menghamili anak perempuannya, maka bila janin yang di kandung oleh anak
perempuan tersebut maka status ayah itu menjadi ganda yaitu ayah sekaligus
kakek. Hal inilah yang nanatinya akan berdampak social dari hubungan incest.
BAB III
INCEST (PERKAWINAN SEDARAH) DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A.
Ontologi
3.1 Pengertian
Istilah “nikah” berasal dari bahasa arab, sedangkan dalam bahasa indonesia
dikenal dengan istilah “perkawinan”
yang mempunyai makna membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan
kelamin atau hubungan badan. Selain itu juga dapat didefinisikan sebagai
pertalian dan persatuan, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat
Ad-Dukhaan ayat 54, yang artinya : “demikianlah.
Dan kami berikan kepada mereka bidadari”. (Q.S. Ad-Dukhaan : 54)
Alqur’an
menyebutkan incest di surat An Nissa, yang melarang laki
– laki dari hubungan seksual dengan ibunya, anak, saudara, bibi, dan keponakan.
Hubungan ibu yang mnyusui juga dilarang. Tetapi di sisi lain, islam mengijinkan
pernikahan dengan keponakan dan kerabat jauh. Hanya masalah pernikahan tertentu,
islam mengijinkan hubungan seksual antara keponkan dengan kerabat jauh. Seluruh
pandangan mahdzab fiqh islam mengharamkan perkawinan sedarah. Incest tidak bisa
di benarkan meskipun dengan sukarela apalagi dengan paksaan (perkosaan). Mereka
menyamakannya dengan zina yang harus di hukum. Tetapi ada perbedaan antara
ulama mengenai masalh hukumnya. Mahzab Maliki, Syafi’i, Hambali, Zahiri, Syiah,
Zaidi dan lain – lain menghukumnya dengan pidana hudud (hokum islam yang sudah
di tentukan bentuk dan kadarnya seperti hokum potong tangan) Persis seperti
hukuman bagi pezina. Sementara Abu Hanifah menghukumnya dengan tindak pidana
ta’zir (peringatan keras atau hukuman keras) bagi incest sukarela.
B.
Epistemologi
Begitu
pentingnya kedudukan nikah dalam islam, al-Qur’an dan Hadits yang merupakan
sumber primer dalam perumusan sebuah hukum, telah memberikan aturan secara
detail tentang perempuan yang boleh ataupun yang haram untuk dinikahi. Hanya
saja sebagai penjelasan terhadapa wanita yang boleh untuk dinikahi sebagaimana
tercantum dalam surat an-Nisa ayat 23 yang berbunyi
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ
اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ
نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي
دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا
بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;
ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An
Nisaa`: 23)
Berdasarkan ayat diatas, wanita-wanita yang haram
dinikah untuk selamanya (halangan abadi) karena pertalian nasab adalah :
a.
Ibu : yang dimaksud adalah perempuan yang ada hubungan darah dalam
garis keturunan garis keatas, yaitu ibu dan nenek (baik dari pihak ayah maupun
ibu dan seterusnya keatas)
b.
Anak perempuan : yang dimaksud adalah wanita yang mempunyai hubungan
darah dalam garis lurus kebawah, yakni anak perempuan, cucu perempuan, baik
dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan seterusnya kebawah.
c.
Saudara perempuan, baik seayah maupun seibu, seayah saja maupun seibu
saja.
d.
Bibi : yaitu saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung
ayah maupun ibu dan seterusnya keatas.
e.
Keponakan perempuan : yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau
saudara perempuan dan seterusnya kebawah.
C.
Aksiologi
Hikmah haramnya pernikahan karena pertalian darah ini
untuk memperluas ruang lingkup sanak kerabat dengan menjalin pernikahan bukan
dengan saudara sendiri. Lebih pentingnya lagi agar menghindari sesuatu yang
mudharat, dan demi kesehatan si anak agar bisa normal layaknya suatu rizki yang
tak ternilai.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Incest adalah hubungan badan atau hubungan sekseual
yang terjadi antara dua orang yang mempunyai ikatan pertalian darah atau
istilah genetiknya In Breeding.
Dalam ilmu kedokteran maupun biologi perkawinan ini dihindari karena
mengingat dampak yang bisa ditimbulkan pada keturunannya yang bisa berakibat mengalami
kecacatan dan berbagai macam penyakit hingga fatal.
Dalam
Surat An-Nisa ayat 22-23 Allah SWT dengan tegas menjelaskan siapa saja
perempuan yang haram untuk dinikahi. Perempuan itu adalah ibu tiri, ibu
kandung, anak kandung, saudara kandung, seayah atau seibu, bibi dari ayah, bibi
dari ibu, keponakan dari saudara laki-laki, keponakan dari saudara perempuan,
ibu yang menyusui, saudara sesusuan, mertua, anak tiri dari istri yang sudah
diajak berhubungan intim, menantu, ipar (untuk dimadu), dan perempuan yang
bersuami.
Perkawinan yang dilarang Islam karena Sedarah :
1.
Larangan Perkawinan
Karena Pertalian Senasab
2.
Larangan Perkawinan
Karena Hubungan Sesusuan
DAFTAR PUSTAKA
Abd Rahman
Ghazaly, Op. Cit., 106-107
Departeman
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan. Op.
Cit., 120
Fauzi, Ahmad. 2007. Perkawinan
Endogami di Kab. Pamekasan. Malang : Fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik
Ibrahim.
Muhammdad
Bagiq al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut
al-Qur’an, as-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama (Buku Kedua), Bandung: Mizan
Media Utama, cet. I, 2002, hlm. 12-13.
Zakiah
daradjat, Ilmu Fiqh (Yogyakarta :
Dana Bhakti wakaf, 1995), 65
0 komentar:
Posting Komentar