Rabu, 02 Maret 2016

Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazillah



1    Riwayat Hidup

Dalam suasana kebudayaan dan politik demikianlah Muhamad Abdul lahir di salah satu desa Mesir. Ayahnya, Abduh Khairullah, di masa remaja terpaksa meninggalkan kampung halaman, setelah orang tuanya sendiri, yaitu Muhammad Abdul, meninggal dunia. Kakeknya diketahui sebagai orang yang turut menentang pemerintah Muhammad Ali dan tuduhan demikian juga ditujukan kepada Abdul Khairullah sendiri. Atas tuduhan itu Ia pernah masuk penjara. Kemudian Ia, buat sementara, menetap di daerah Al-Gharbiah dan disana lah ia mengikat tali perkawinan dengan ibu Muhammad Abdul. Dari perkawinan itu, disamping Muhammad Abdul, ia mempunyai dua anak wanita
            Muhammad Abduh lahir pada tahun 1265 H yang bertepatan dengan tahun 1849 M di salah satu desa daerah ini. Setelah daerah politik agak tenang, Abduh Khairullah kembali ke Mahallat Nash, kampung halamannya semula. Di sinilah Muhammad Abduh berkembang menjadi anak remaja.

            Menulis dan membaca ia pelajari di rumah. Kemudian ia menghafal Al-Quran di bawah bimbingan seorang guru yang hafal kitab suci itu. Dalam masa dua tahun ia telah menghafal Al-Quran. Pada tahun 1279 H (1863M) ia dikirim orang tuannya ke Tanta untuk meluruskan bacaannya di Mesjid Al-Ahmadi.
            Karena tidak puas ia meninggalkan Tanta dan kembali ke Mahallat Nasr dengan niat tidak akan kembali lagi belajar. Ia kawin pada tahun 1282 H (1866 M).
            Pendidikan Tinggi Islam ini di zaman itu memang belum dapat menerima ide ide pembaharuan yang di bawa Tahtawi. Metode yang di pakai disana, sama dengan yang di Masjid Al-Ahmadi di Tanta, masih tetap metode menghafal . Kurikulum yang di berikan hanya mencakup ilmu ilmu agama islam dan bahasa Arab.
            Di dalam teologi yang menarik perhatian Muhammad Abduh adalah pemikiran pemikiran Mu’tazilah dan muncullah tuduhan bahwa ia ingin menghidupkan kembali aliran ini. Atas tuduhan itu ia di panggil menghadap Syeikh ‘Alaisy, salah atu ulama Azhar yang menentang paham paham Mu’tazilah. Peristiwa ini mempunyai pengaruh pada ujian untuk memperoleh ujian memperoleh ijazah Al-Azhar yang di tempuhnya pada tahun 1877. Ijazah yang di peroleh itu memberi hak dan wewenang untuk mengajar di Al-Azhar. Ilmu ilmu yang di ajarkannya, menurut Ahmad Amin, adalah logika, teologi dan falsafah
            Kegiatan Muhammad Abduh tidak terbatas hanya pada mengajar, tetai ia juga rajin menulis artikel artikel untuk surat kabar , terutama Al-Ahram, yang mulai terbit pada tahun 1876. Tulisannya mencakup bidang bidang ilmu pengetahuan, sasatra Arab, karang mengarang, politik, agama dan sebagainya

2    Filsawah Wujud

a.       Dasar
Falsafah wujud mengungkapkan kedudukan akal dalam pemikiran seseorang. Teologi dalam definisi Muha mmad Abduh adalah ilmu yang membahas wujud Allah, sifat sifat-Nya dan soal kenabian. Definisi ini kurang lengkap. Alam ini adalah ciptaan Tuhan, dan oleh karena itu , teologi di samping hal-hal diatas, juga membahas hubungan Tuhan dengan makhuk-Nya.
Alam ini dalam pendapat Muhammad Abduh adalah alam wujud. Wujud di bagi menjadi tiga kategori, wujud yang pada esensinya mesti ada ( wajib lizatih ), wujud yang pada esensinya tidak mungkin ( mustahil lizatih ) danwujud yang esensinya mungkin ada ( mumkin lazatih ). Yang pada esensinya tidak mungkin ada , pada hakekatnya tidak pernah ada, baik dalam realitas maupun dalam akal manusia. Oleh karena itu wujud pada hakekatnya hanya terdiri dari dua, wujud yang pada esensinya pasti ada dan wujud yang esensinya mungkin ada

b.      Alam Nyata dan Alam Ghaib
Yang di maksud alam nyata adalah ia hidup di dunia sinkat ini. Berakhirnya hidup manusia bukanlah berarti selesainya wujud manusia , tetapi manusia melepaskan tubuhnya sebagaimana ia melepaskan baju dari badan, dan kemudian hidup kekal dalam bentuk lain sungguhpun tidak di ketahui hakekatnya.
            Sedangkan alam gaib ialah hidup di akherat dan bukan hal hal yang tak dapat di tangkap dengan panca indra, seperti tuhan, malaikat dan lain lain

c.       Dua Golongan Manusia Khawas dan Awam
Daya akal tidak sama derajatnya bagi manusia, karena akal, kata  Muhammad Abduh, tidak mempunyai kesanggupan yang sama. Ia membedakan khawas, orang orang pilihan dari golongan awam, orang banyak. Pada diri orang khawaslah akal memperoleh derajat tinggi.

d.      Manusia Berhajat pada Wahyu
Sungguhpun akal kau khawas mempunyai daya yang kuat tetapi itu tidak berarti bahwa akal dapat memperoleh seluruh pengetahuan yang wajib baginya tentang Tuhan dan alam gaib. Daya akal bukanlah tidak terbatas. Sebagian dari sifat Tuhan seperti berfirman, melihat dan mendengar, yang di sebut Muhahammad Abduh sifat sifat yang di wajibkan, tak dapat di ketahui melalui akal.

e.       Wahyu Berbagai macam
            Sebagai akibat dari pendapat Muhammad Abduh bahwa manusia terdiri atas kaum khawas dank au awam, wahyu baginya tidak satu macam saja. Ia menyebut “wahyu yang di tujukan kepada awam” dan “wahyu yang di tujukan kepada golongan khawas.”
Menurut Muhammad Abduh, ada tiga macam wahyu :

  •  Wahyu yang ditujukan bersama kepada khaum khawas serta kaum awam, dan merupakan kaum awam, dan merupakan sebagian besar dari ayat ayat Al Qur’an
  • Wahyu yang di tujukan hanya kepada kaum awam dan jumlahnya sedikit
  • Wahyu yang di tujukan hanya kepada kaum khawas dan wahyu serupa inilah yang paling sedikit jumlahnya

f.       Fungsi Informasi Serta Konfirmasi dari Wahyu
            Di tempat lain di jelaskan bahwa datang untuk menolong dan meyakinkan akal bahwa apa yang diketahuinya melalui usahanya sendiri tentang wujud Tuhan, sifat sifat-Nya  dan sebiannya adalah benar. Tetapi, tidak semua wahyu mempunyai fungsi konfirmasi bagi golongan khawas. Wahyulah yang menyempurnakan pengetahuan kaum khawas tentang Tuhan dan alam ghaib.

g.      Hanya Kaum Khawas yang Mempunyai Hubungan Dua Arah dengan Tuhan
            Telah disebut bahwa di Antara seluruh makhluk hidup, hanya manusialah yang mempunyai hubungan makhluk khalik, hubungan menaik dari alam menuju Tuhan. Dalam itu perlu ditegaskan bahwa tidak semua manusia mempunyai hubungan yang menaik dari alam ke Tuhan. Hanya kaum khawas, yang jumlah sedikit itulah yang dapat mempunyai hubungan demekian. 

h.      Alam Abstrak dan Alam Fisik
             Di samping adanya alam nyata sebagai lawan dari alam gaib, Muhammad Abduh memekai kata alam fisik sebagai lawan dari alam abstak. Alam nyata dan alam fisik adalah sama. Tetapi alam abstrak agak berbeda dari alam gaib. Kalau yang dimaksud dengan yang tersebut adalah akerat maka yang dimaksud dengan alam abstrak semua yang abstrak termasuk Tuhan, sifat sifat-Nya, akherat, kebaikan, kejahatan, syariat dan sebagainya. Denan demikian, alam gaib adalah bagian dari alam abstrak.

i.        Dasar Struktur Filsafah Wujud Muhammad Abduh
            Dua kata kunci dalam falsafah wujud Muhammad Abduh adalah akal dan wahyu. Akal kaum khawas berusaha mengadakan kontak intelektual dengan Tuhan dan wahyu turun untuk memperkuat apa yang telah diketahui tentang alam ghaib dan untuk memberi informasi tentang yang tak diketahui akal tentang alam ghaib itu.

3    Kekuatan Akal

Sistem Teologi Muhammad Abduh
            Teologi dalam arti sederhana membahas soal soal yang berkaitan dengan diri Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta, terutama hubungan-Nya dengan manusia. Konsep teologi ini dapat di gambarkan sebagai Tuhan berada di puncak alam wujud dan manusia di dasarnya.
Pentingnya akal
            Akal menurut Muhammad Abduh, adalah suatu daya hanya di miliki manusia, dan oleh karena itu dialah yang memeperbedakan manusia dari makhluk lain. Akal adalah tonggak kehidupan manusia dan dasar kehidupan wujudnya.
Bagi Muhammad Abduh, Islam adalah agama rasional. Pemikiran rasional adalah jalan untuk memperoleh iman sejati. Iman, tidaklah sempurna, kalau tidak di dasarkan atas akal,  iman harus berdasar keyakinan, bukan pada pendapat, an akal lah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan, ilmu serta kemahakuasaan –Nya dan pada rasul.

Kekuatan akal :
a.       Mengetahui Tuhan dan sifat sifat-Nya
b.      Mengetahui adanya hidup di akherat
c.       Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedang kesengsaraanya bergantung pada tidak mengenal Tuhan pada perbuatan jahat
d.      Mengetaui wajibnya manusia mengenal Tuhan
e.       Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akherat
f.       Membuat hokum hokum mengenai kewajiban kewajiban itu

4   Fungsi Wahyu

Soal wahyu timbul, karena dalam system teologi Muhammad Abduh dan Mu’tazillah, wahyu tidak mempunyai fungsi untuk mengetahui fungsi masalah pokok keagamaan yang di persoalkan. Wahyu, dalam teologi Muhammad Abduh dan Mu’tazillah, betul tidak mempunyai peranan. Tetapi itu tidak berarti bahwa wahyu tidak di perlukan, baik dalam teologi Muhammad Abduh maupun Dalam teologi Mu’tazillah. Wahyu dalam kedua teologi ini mempunyai kedudukan yang tinggi lagi penting di samping akal. Akal dang dalam teologi Muhammad Abduh dan Mu’tazillah mempunyai peranan penting, bukan lah tidak terbatas kemampuannya.
Dalam pendapat Muhammad Abduh wahyu mepunyai dua fungsi pokok. Fungsi pokok pertama timbul dari keyakinan bahwa jika manusia akan terus ada kekal sesudah tumbuh mati. Keyakinan akan adanya hidup kedua setelah mati pertama ini, bukanlah hasil pemikiran yang sesat dari akal dan bukan pula suatu khalayan. Fungsi kedua  dari wahyu mempunyai kaitan yang erat dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk social. Manusia, demikian Muhammad Abduh, mesti hidup berkelompok. Untuk terwujudnya hidup social damai dan rukun, anggotanya mesti membina hubungan Antara sesame mereka atas dasar cinta mencintai.

5    Paham Kebebasan Manusia dan Fatalisme

Menurut Muhammad Abduh manusia secara alami mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan dan perbuatan. Manusia tidak berbuat sesuatu kecuali setelah memepertimbangkan akibat akibatnya dan atas pertimbangan inilah ia mengambil keputusan melaksankan atau tidak melaksanakan perbuatan yang dimaksud. Kalau ia, atas kemauannya sendiri, mengambil keputusan untuk mewujudkan perbuatan itu, ia mengambil langkah langkah untuk itu dan perbuatan ia wujudkan dengan dayanya sendiri. Maka sejalan dengan keyakinannya bahwa manusia, menurut hokum alam ciptaan Tuhan, mempunyai kebebasan dan kemauan, manusia menurut sunnah Allah, juga mempunyai daya dalam dirinya untuk mewujudkan perbuatan yang dikehendaki itu. Hal itu di tegaskan Muhammad Abduh, ketika ia menyebut bahwa dalam melaksanakan perbuatannya, baik fisik maupun pikiran, manusia mempergunakan kemampuan dan daya yang di ciptakan Tuhan dalam dirinya.

6    Sifat Sifat Tuhan

Sifat menurut pendapat para filosofi islam, adalah esensi tuhan. Apa yang di maksud filosof bukanlah bahwa esensi adalah satu dan sama dengan sifat dan bukan pula bahwa sifat adalah satu dan sama dengan esensi. Yang mereka maksud adalah bahwa esensi, sebagai satu satunya sumber dari akibat yang timbul dari sifat. kebebasan.

Kehendak mutlak Tuhan
Dalam pemikiran Muhammad Abduh, karena ia yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, kehendak Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-Nya dengan memberi manusia secara alami kebebasan dan kesanggupan, yang bebas dapat di pergunakannya dalam mewujudkan perbuatan perbuatannya. Memberi kemauan dan daya untuk berbuat adalah sunah Allah.Kehendak mutlak Tuhan di batasi bukan hanya oleh sunah Allah ini, tetapi oleh sunnah Allah secara umum. Kata sunnah Allah banyak di pakai Muhammad Abduh terutama dalam tafsir Al Manar.

Keadilan Tuhan
Keadilan, dalam pendapat Muhammad Abduh, kaitannya adalah dengan hukuman dan balasan baik, hukuman diberikan sesuai dengan kejahatan yang dilakukan dan balasan baik diberikan sesuai dengan kebaikan yang dibuat. Sifat pemurah Tuhan dapat mengubah derajat balasan baik terhadap perbuatan baik dengan melipatgandakannya. Tetapi soal kejahatan perbandingannya tetap satu lawan satu. Keadilan bagi Muhammad Abduh berarti Tuhan memberi balasan baik kepada perbuatan kebaikan dan memberi hukuman kepada pembuat kejahatan.

Firman Tuhan
Firman menurut Muhammad Abduh mempunyai dua pengertian, firman dalam pengertian kata kata yang diucapkan dan firman dalam arti akibat dari kasih Tuhan. Sama halnya dengan memperoleh pengetahuan tentang sesuatu adalah akibat dari pengetahuan dan perbuatan adalah hasil daya, begitulah firman adalah akibat dari kasih

7    Perbuatan Tuhan

  • Kewajiban Berbuat Baik
Muhammad Abduh berpendapat ada perbuatan Tuhan yang bersifat wajib ia sepaham dengan Mu’tazillah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk berbuat apa yang terbaik bagi manusia. Kewajiban Tuhan tersebut bersumper pada kesempunaan-Nya, kewajiban Ia letakkan sendiri pada diri-Nya dengan kemauan dalam pilihan-Nya sendiri. Kewajiaban itu adalah konsekuensi logis dari paham sunah Allah

  • Pengiriman Rosul
Kewajiban berbuat baik ada juga kaitannya dengan pengiriman rosul. Akal manusia tidaklah sempurna dan tidak dapat mengetaui segala-galanya. Umtuk kebaikankanya ia mesti mengetahui apa yang baik dan apa yang tidak baik bagi dirinya. Oleh karena itu Tuhan wajib mengirim rosul untuk menolong manusia menyempurnakan pengetahuannya tentang kebaikan dan kejahatahatan.

  • Janji dan Ancaman
Suatu perbuatan lain dari Tuhan adalah menepati janji dan ancaman-Nya. Sama dengan Mu’tazillah, Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa janji dan ancaman Tuhan mesti terjadi. Jadi wajib bagi Tuhan menepati janji dan ancaman-Nya.

8    Konsep Iman

Iman erat sekali hubungannya dengan akal dan wahyu. Iman yang di dasarkan pada wahyu disebut tasdiq, yaitu menerima sebagai benar apa yang didengar. Iman yang didasarkan pada akal disebut ma’rifah, mengetahui benar apa yang di yakini. Tasdiq berdasar pada pemberitaan, sedang ma’rifah berdasarkan pengetahuan yang mendalam.
Dalam aliran aliran teologi yang memberikan kedudukan lemah pada akal iman adalah tasdiq, tetapi dalam aliran aliran teologi yang memeberikan kedudukan tinggi pada akal iman bukanlah tasdiq, tetapi ma’rifah atau ‘amal yaitu perbuatan.
Sebagai telah di lihat, Muhammad Abdu memberikan kedudukan tinggi kepada akal dan oleh dia tidak menggambarkan iman sebai tasdiq. Baginya iman adalah ‘ilm (pengetahuan), I’tidaq (kepercayaan) atau yaqin (keyakinan). Dalam tafsir AlManar ia jelaskan bahwa iman adalah pengetauan sebenarnya yang di peroleh oleh akal melaluli argument argument kuat dan membawa jiwa seseorang untuk tunduk dan menyerah. Iman mempunyai tiga unsur, iman kepada Tuhan iman kepada alam gaib dan melakukan amal dan membawa kebaiakan baik bagi diri pelakunya maupun bagi diri sesama manusia





Referensi

Judul               : Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazillah

Penulis             : Prof. Dr. Harun Nasution

Penerbit           : Penerbit Universitas Indonesia

Tahun Terbit    : 1987

Halaman          : 98 Halaman  

0 komentar:

Posting Komentar