BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang Masalah
Dewasa ini, ilmu sudah
dianggap sebagai kebutuhan pokok oleh manusia. Tidak ada satupun manusia yang
mampu bertahan hidup tanpa ilmu. Secara alamiah manusia akan terus berupaya
memenuhi kebutuhannya tentang ilmu, manusia memenuhi kebutuhan ini dengan
berbagai macam cara. cara yang paling konvesional adalah dengan menempuh di
jenjang pendidikan formal (sekolah). Namun sejatinya ilmu tidak hanya dapat
dipelajari di bangku sekolahan. Pada kenyataannya, manusia akan mendapat lebih
banyak ilmu melalui pengalaman di dalam kehidupannya.
Ilmu pengetahuan tidak pernah mencapai pada
suatu kebenaran yang mutlak. Hal
ini dikarenakan ilmu terus berkembang dari masa ke masa. Perkembangan ilmu
pengetahuan di Bumi ini juga dipengaruhi oleh cara manusia berfikir tentang
sistematis keilmuannya. Dahulu, manusia mendapatkan ilmu dengan cara yang
sangat sederhana yang hanya mengandalakan panca indranya. Namun saat ini ilmu
sudah sangat maju, dalm mencari ilmu pengetahuan manusia menggunakan alat bantu
yang sengaja mereka ciptakan untuk dapat memenuhi kebutahan mereka akan ilmu.
Dalam makalah
ini akan dijelaskan pola pikir manusia dan tahapan-tahapan dalam mendapatkan
pengetahuan, dimulai dari cara yang paling sederhana hingga menggunakan
metode-metode tertentu. Diharapkan dengan disusunnya makalah ini, pembaca dapat
memahami bagaimana sistematika yang tepat dalam berfikir.
II.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan rasionalisme ?
2. Apa
yang dimaksud dengan empirisme ?
3. Apa
yang dimaksud dengan metode keilmuan?
4. Bagaimana
cara untuk menemukan ilmu pengetahuan ?
III.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. Untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen kepada Mahasiswa semester II Prodi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi, mata kuliah Filsafat
Ilmu.
2. Untuk
mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang Hak Asasi Manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
- Rasionalisme
Dalam pembahasan tentang suatu teori
pengetahuan, maka Rasionalisme menempati sebuah tempat yang sangat penting.
Paham ini dikaitkan dengan kaum rasionalis abad ke-17 dan ke-18, tokoh-tokohnya
ialah Rene Descartes, Spinoza, leibzniz, dan Wolff, meskipun pada hakikatnya
akar pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran para filsuf klasik
misalnya Plato, Aristoteles, dan lainnya.
Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sangat sejati berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang
kabur. Lebih detail, Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran yang
berdasarkan rasio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber
kebenaran yang hakiki.
Zaman Rasionalisme
berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada
zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif
daya akal budi (rasio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal
budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar
sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak
mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar semakin
percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia.
Hal ini menjadi menampak lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan
baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat
sarjana geniaal Fisika Inggris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari
bagian-bagian kecil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab
akibat. Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui
bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal
budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan
yang semakin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu
berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang
menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena
kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
Paham Rasionalisme ini beranggapan
bahwa sumber pengetahuan manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan
ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa
rasio maka mustahil manusia itu dapat memperolah ilmu pengetahuan. Rasio
itu adalah berpikir. Maka berpikir inilah yang kemudian membentuk pengetahuan.
Dan manusia yang berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak
manusia itu berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.
Berdasarkan pengetahuan lah manusia berbuat dan menentukan tindakannya.
Sehingga nantinya ada perbedaan prilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai
dengan perbedaan pengetahuan yang didapat tadi.
Namun demikian, rasio juga tidak
bisa berdiri sendiri. Ia juga butuh dunia nyata. Sehingga proses pemerolehan
pengetahuan ini ialah rasio yang bersentuhan dengan dunia nyata di dalam
berbagai pengalaman empirisnya. Maka dengan demikian, seperti yang telah
disinggung sebelumnya kualitas pengetahuan manusia ditentukan seberapa banyak
rasionya bekerja. Semakin sering rasio bekerja dan bersentuhan dengan realitas
sekitar maka semakin dekat pula manusia itu kepada kesempurnaan.
Tokoh-tokoh Rasionalisme:
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3.
B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4.
G.W.Leibniz (1946-1716)
5.
Christian Wolff (1679 -1754)
6.
Blaise Pascal (1623 -1662 M)
Bagiamana rasionalis
memandang pengalaman? Peneguhan kalangan rasionalis bahwa hanya akal yang
menjadi basis dan sumber pengetahuan, bukanlah berarti bahwa kalangan ini
menafikan pengalaman secara total-sepenuhnya. Artinya, rasionalisme masih tetap
memandang pengalaman sebagai sebuah kualitas yang bernilai, meskipun kadar
nilai itu tentunya tidak setinggi akal atau rasio. Bagi kalangan rasionalis,
pengalaman dapat menjadi pelengkap bagi akal.
Dunia yang terlihat
dengan nyata ini hanya dapat di kenal melalui penerapan dasar-dasar pertama
pemikiran. Tanpa itu orang tidak melakukan penyelidikan ilmiah. Pandangan ini
berkaitan denagan dasar epistimologi Leibniz, yakni kebenaran pasti atau
kebenaran logis dan kebenaran fakta atau kebenaran lapangan.
Atas dasar pembedaan
jenis kebenaran itu di bedakan menjadi dua pengetahuan.:
Pertama, pengetahuan yang menaruh perhatian pada
kebenaran eternal ( abadi ), dalam hal ini, kebenaran logis. Pengetahuan ini di
dasarkan pada prinsip identitas dan prinsip kontradiksi. Misalnya, A adalah A,
dan selamanya A tidak pernah jadi selain non-A ( contoh kebenaran ini berlaku
khusus eksistensi Tuhan ). Prinsip ini bukan hasil dari penemuan ilmiah, tetapi
sesuatu yang sifatnya aksiomatis. Kebenaranya tidak memberikan pengetahuan
tentang dunia fenomenal, tetapi tanpa dasar kedua prinsip ini, tidak mingkin
manusia berpikir secara logis. Memahami kebenaran logis adalah hak prerogatif
manusia.
Kedua, pengetahuan yang didasarkan pada obserfasi atau
pengamatan, hasilnya di sebut “ kebenaran kontingen” atau “kebenaran fakta”.
Kebenaran fakta tidak di tentukan oleh proposisi yang self evident, tetapi
kebenarannya di tentukan oleh hubungan antara proposisi yang satu denagn
proposisi yang lain. Jika pengetahuan jenis pertama berkaitan dengan penalaran
yang sifat analitik, maka pengetahuan jenis kedua ini bersifat sintetis dengan
memakai prinsip “alasan yang mencukupi
B. Empirisme
Kata ini berasal kata
Yunani empeirikos, artinya
pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud
adalah pengalaman inderawi.24 Aliran
empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679),
namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan DavidHume
Salah satu metode atau
aliran dalam memelajari filsafat adalah empirisme. Yaitu suatu aliran yang
menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Para kaum empiris
menganggap bahwa melalui pengalaman kebenaran yang diperoleh akan lebih valid,
meskipun kebenaran secara mutlak tidak akan pernah tercapai.
Salah satu ciri dari
kaum empiris adalah dengan berrkata, “tunjukkan hal itu kepada saya” . Dengan
kata lain seorang penganut empiris harus benar – benar melihat atau mengalami
kejadian yang diceritakan melalui inderanya sendiri. Misalkan ada seseorang
yang mengatakan bahwa telah terjadi kecelakaan lalu lintas di Jalan A , maka seorang
penganut empiris akan memercayai hal tersebut sebagai sebuah fakta jika kita
menceritakan kejadian tersebut sampai pada kesimpulannya. Namun dia hanya akan
menereima hal tersebut jika dia atau
orang lain dapat memeriksa fakta tersebut dengan melihat sendiri pada kejadian
tersebut.
Contoh kedua adalah
apabila terdapat pernyataan bahwa madu itu manis. Lalu darimana seorang
penganut empiris itu tau bahwa madu rasanya manis? Maka mereka akan menjawab
karena saya telah merasakannya atau ilmuean lain telah membuktikannya dengan
merasa langsung lewat indera pengecap.
Dari contoh di atas
dapat diperoleh dua aspek mengenai aliran empirisme. Pertama adalah perbedaan
antara yang diketahui dan yang mengetahui. Yang diketahui disebut sebagai objek
sedangkan yang mengetahui disebut subyek. Yang kedua adalah kebenaran fakta
diperoleh dari pengalaman manusia.
Aspek lain dari
empirisme adalah prinsip keteraturan dan keserupaan. Pengetahuan tentang alam
didasarkan pada persepsi yang teratur mengenai cara memandang sesuatu. Pada
dasarnya alam ini teratur. Dengan menggambarkan sesuatu yang telah terjadi pada
masa lalu serta membandingkan dengan masa sekarang, ada kemungkinan untuk
memprediksi kejadian di masa depan.
Keserupaan di sini
berarti bahwa bila terdapat kejadian dengan gejala-gejala berdasarkan
pengalaman yang mirip atau sama, berarti kita bisa mengambil kesimpulan umum.
Seperti contoh adalah buah pepaya. Kita telah yakin bahwa buah pepaya itu
rasanya enak, bervitamin serta tidak beracun. Sehingga jika kita menemukan
benda-benda yang bentuk dan rasanya seperti pepaya sudah tidak ada keraguan
mengenai rasa tersebut. Namun aliran empirisme memiliki beberapa kelemahan,
diantanranya:
1.
Indera Terbatas
Benda – benda yang
berada di jarak yang jauh akan terlihat kecil. Padahal belum tentu benda
tersebut benar-benar kecil. Sehingga dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa
indera itu terbatas.
2.
Indera Menipu
Pada orang yang terkena
penyakit, semua makanan akan terasa pahit. Udara yang panas menjadi terasa
dingin atau sebaliknya.
3.
Obyek yang Menipu
Contohnya adalah
fatamorgana. Melihat sesuatu yang seakan-akan ada padahal tidak ada.
4.
Berasal dari Indera dan Objek Sekaligus
Kita hanya bisa melihat
sesuatu dari satu sisi saja. Contohnya adalah ketika indera (mata) tidak mampu
melihat badak secara keseluruhan dan badak itu juga tidak dapat memperlihatkan
badannya secara keseluruhan.
- Metode Keilmuan
Pada metode ini, merupakan
gabungan dari metode rasionalisme dan empirisme. Jadi pada dasarnya, metode
keilmuan menyatukan kedua metode untuk mendapatkan suatu hasil yang sempurna.
Meskipun merupakan gabungan dari dua metode sebelumnya dan menuju kesempurnaan,
namun tetaplah tidak ada yang sempurna di alam semesta ini kecuali sang
pencipta, Allah SWT. ilmuan akan mengumpulakn fakta-fakta, melakukan pengamatan
menggunakan seluruh panca indra yang dimilikinya. Kemudian apa yang didapat
akan diproses untuk mendapatkan suatu hasil tertentu. Walau demikian, analisis
terhadap metode keilmuan akan mengungkapakan, bahwa sebenarnya metode keilmuan
adalah gabuangn mengenai metode rasionalisme dan empirisme.
“Secara sederhana metode
keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan” (Jujun S. S. Ilmu
dalam Perspektif halaman 105). Dalam
menjalakan metode keilmuan, seseorang harus mengikuti seluruh langkah-langkah
yang ada. Langkah-langkah atau kerangka dasar prosedur ini dapat dibagi menjadi
enam, yaitu :
1.
Perumusan
masalah
2.
Pengamatan
dan pengumpulan data
3.
Penyusunan
atau klasifikasi data
4.
Perumusan
hipotesis
5.
Deduksi
dari hipotesis
6.
Tes
dan pengujian kebenaran dari hipotesis
Pada sub-Bab ini akan dibahas mengenai ke-6 kerangka
dasar tersebut.
1.
Perumusan
Masalah
Dalam menjani hidup, manusia tentu tidak akan pernah
terlepas dari yang namanya masalah. Sebagai mahluk pemikir, manusia akan
berusaha untuk mencari penyelesainan yan gmereka hadapi. Mereka akan
menyelesaikan masalah tersebut secara berakal, maka pemikiran akan mulai
terbentuk. Tanpa adanya masalah, manusia tidaka akan pernah bisa berkembang dan
berfikir. Jika tidak ada pertanyaan (masalah) tentu tidak akan terdapat
penyelesaian (jawaban).
2.
Pengamatan
dan Pengumpulan data.
Banyak orang yang menyamakan metode keilmuan dengan
pengumpulan fakta, hal ini disebabkan karena banyaknya kegiatan keilmuan yang mengarah pada pengumpulan data.
Pengumpulan data dilakukan baik secara langsung ataupun dengan bantuan alat
yang diciptakan oleh manusia, sejatinya merupakan kegitan empiris dan deduktif.
3.
Penyusunan
dan Klasifikasi Data
Pada tahap ini menitik beratakn kepada penyusunan
fakta-fakta ke dalam kelompok-kelompok, jenis-jenis, dan kelas-kelas. Manusia
akan mengidentifikasi, menganalisa, membandingkan, dan membedakan fakta-fakta
yang relevan tergantung pada adanya sistem klasifikasi, ini disebut taxonomi.
Keilmuan modern terus berusah amnyempurnakan taxonomi mereka agar lebih akurat
dalam pengengelompokkan dan berujung pada semakin validnya hasil yang mereka
peroleh.
4.
Perumusan
Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sementara tentang hubungan
antara banda-benda (Jujun S. S. Ilmu dalam Perspektif halaman 107). Ketika menghadapai suatu
masalah, manusia biasanya sudah memiliki gambaran akan penyelesaiannya. Hanya
saja, gambaran tersebut belum tentu benar dan masih sebatas dugaan semata.
Hipotesis merupakan sebuah dugaan yang beralasan atau merupakan perluasan dari
hipotesis terdahulu yang telah teruji kebenarannya. Hipotesis diperluakan untuk membuat suatu
perkiraan mengenai apa yang akan dilakukan untuk menemukan suatu hasil.
Dalam konsep mengenai hipotesis, terdapat unsur empiris
maupun unsur rasional. Pertama-tama harus terdapat data empiris yang berupa
fakta yang dapat diamati, diukur. Selain itu juga harus ada konsep yang
bersifat logis atau masuk akal.
5.
Deduksi
dari Hipotesis
Hipotesis menyusun
pernyataan logis yang menjadi dasar untuk penarikan kesimpulan atau deduksi
mengenai hubungan antara benda-benda tertentu yang sedang diselidiki (Jujun S.
S. Ilmu dalam Perspektif halaman
108). Deduksi dari hipotesis diperluakn
sebagai acuan mengenai hal-hal apa saja yang akan dilakukan dalam eksperimen.
6.
Tes
dan Pengujian Kebenaran dari Hipotesis
Pengujian kebenaran
dalam ilm berati mengestes berbagai macam alternatif hipotesis dengan
pengamatan kenyataan yang sebenarnya atau melalui percobaan. Keputusan terakhir
terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung satu hipotesis, maka dipilihlah
hipotesis lain dan proses diulang lagi. Hakim terakhir adalah data empiris.
Kaum rasionalis mengemukakan bahwa suatu hipotesis bisa diterima jika hipotesis
tersebut konsisten dengan hipotesis yang telah ada sebelum-sebelumnya yang
telah teruji kebenarannya.
Meskipun
metode keilmuan talah menerapkan langkah-langkah yang begiu spesifik guna
memperkecil kesalahan, namun bukan berati metode ini tanpa kelemahan. Terdapat
beberapa kelehan dalam metode keilmuan, diantaranya adalah :
1.
Metode
keilmuan membatasi begitu saja mengenai apa yang dapat diketahui oleh manusia.
Hanya berkisar pada benda-benda yang dapat dipelajari dengan alat dan teknik
disiplin ilmu tertentu.
2.
Ilmu
menggambarkan hakikat mekanistik, yakni bagaimanan hubungan antar benda atau
hal sebagai hubuangan antara sebab dan akibat, tetapi itdak cukup menjelaskan
hakikat dari suatu benda.
3.
Meskipun
sangat tepat, pengetahuan keilmuan bukanlah keharusan universal. Pengetahuan
hanyalah pengetahuan yang mungkin dan secara tetap berubah setiap saat.
D.
Cara
Menemukan Pengetahuan
Setiap orang yang berakal sehat pasti
akan berusaha mengetehui sesuatu yang baru dengan nalurinya. Contohnya seorang
anak yang dalam masa perkembangan, apabila diberi permainan maka akan selalu
mengotak-atik permainan itu hingga anak tersebut menemukan sesuatu yang baru
dengan cara bertahap. Cara anak tersebut menemukan pengetahuan adalah melalui
usaha coba-ralat yang merupakan salah satu ciri pelaksanaan metode
sains.
Sebenarnya
ada empat cara menemukan pengetahuan yaitu dengan metode kegigihan, metode
kewibawaan, metode a priori, dan metode sains. (Peirce, 1877; Kerlinger,
1973).
Metode
Kegigihan banyak digunakan dalam kalangan masyarakat yang masih erat
hubungannya dengan lingkungan alam tempat hidupnya. Contohnya adalah petani
jawa, yang sejak dahulu kala secara turun temurun di ajarkan bahwa memanen padi
harus dilakukan dengan menggunakan ani-ani1. Apabila suatu saat ada
pihak yang menganjurkan memanen padi dengan mencabit saja, maka hal itu
dianggap suatu perintah yang tidak benar dan perlu disanggah.
Pengetahuan
bahwa memanen padi dengan cara ani-ani bukan dengan cara disabit yang ditemukan
oleh petani adalah melalui metode kegigihan. Petani tersebut dengan gigih
mempertahankan kebenarannya karena cara itulah yang diajarkan orang tuanya
secara turun temurun. Kebiasaan tersebut dapat ditelusuri bahwa telah diajarkan
sebagai warisan dari generasi satu ke generasi lainnya. Apabial ada yang
bermaksud untuk melanggarnya maka akan dikatakan bahwa perbuatan yang dilakukan
akan memancing amarah Dewi Sri, dewi kesuburan yang menjamin hasil sawah
baik.
Bagi
petani di luar jawa, memanen padi dengan cara mencabit adalah kebiasaan mereka.
Kalau dijawa biasanya orang menanam
jenis-jenis padi yang gabahnya tidak mudah rontok sehingga kalau di tuai
dengan ani-ani tidak banyak terjadi kesusutan. Di luar jawa mayoritas padi yang
ditanam adalah padi yang gabahnya mudah rontok. Oleh karena itu petani diluar
jawa tidak terbiasa menuai padi melainkan dengan cara mencabitnya pada
pangkalnya. Yang gabahnya di lepaskan dari tangkainya dengan diinjak-injak.
Itulah cara memanen padi yang mereka ketahui dan dengan gigih juga mereka akan
mempertahankan kebenaran bahwa cara memanen padi yang paling baik adalah dengan
cara mencabit.
Seorang
insinyur pertanian yang pengalaman belajar bertani diperoleh di lereng gunung
salak yang tanahnya bersifat gembur, ketika melihat cara pengolahan tanah di
Tapanuli selatan yang caranya dengan tajak bukan dengan cangkul atau pacul.
Mungkin dia beranggapan bahwa petani Tapanuli selatan itu pemalas, enggan
mengeluarkan keringat ketika bekerja dan hanya beringat sehabis makan. Oleh
karena itu mungkin dia memerintahkan dinas pertanian setempat untuk
menggantikan tajak dengan cangkul. Apabila petugas dinas pertanian menuruti
perintah insinyur tersebut maka diperoleh suatu teladan tentang timbulnya
pengetahuan penyuluhan pertanian lapangan itu melalui metode kewibawaan. kewibawaan insinyur tersebut dianggap
pengetahuan yang benar, walaupun untuk keadaan khusus di Tapanuli selatan tadi
pencangkulan justru merusak kesuburan tanah karena lapisan bunga tanah yang
tipis itu akan hancur dipindahkan kelapisan yang lebih dalam.
Metode
kewibawaan perlu diterapkan apalagi di kalangan masyarakat yang banyak pendapat
tidak beralasan. Kearifan yang muncul dari wibawa seseorang dapat diharapkan
menjadi petunjuk untuk menyelesaikan suatu masalah. Akan tetapi jika suatu saat
kearifan yang diharapkan itu tidak diperoleh maka metode ini akan mengundag
timbulnya malapetaka.
Cara
menemukan pengetahuan yang ketiga adalah dengan metode a priori yang disebut juga metode intuisi. Suatu hal dianggap benar karena tampaknya “jelas
benar”. Dari pengetahuan a priori ini kemudian di kembalikan lebih lanjut
pengetahuan lainnya. Yang menjadi pertanyaan pada cara ini adalah apa yang
dimaksudkan dengan “jelas benar”, karena setiap orang mempunyai citra rasa yang
berbeda-beda mengenai apa yang dimaksudkan “jelas benar” itu ada batasnya.
Cara
menemukan pengetahuan baru yang keempat adalah dengan metode sains. Metode ini secara khas sangat menonjol dari ketiga
metode di atas, karena dalam metode sains menemukan dan mengembangkan
pengetahuan selalu menilai dan memperbaiki pengetahuan yang diperoleh secara
terus menerus melalui berbagai macam batas uji. Misalnya dua orang ilmuan yang
mengembangkan pengetahuan dengan sendiri sendiri dengan metode sains ini akan
mendapatkan pengetahuan yang sama. Sehingga metode sains ini dikenal sebagai
suatu cara menemukan pengetahuan yang obyektif.
Karena pengetahuan yang di temukan itu harus obyektif maka pada dasarnya semua
persyaratan yang di minta harus terpenuhi. Apabila sudah terpenuhi siapapun
yang melakukan akan mendapat akibat yang sama itulah sebabnya mengapa dikatakan
bahwa inti sains adalah perumuman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan makalah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa :
1.
Paham Rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber
pengetahuan manusia adalah rasio. Jadi dalam proses perkembangan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio
maka mustahil manusia itu dapat memperolah ilmu pengetahuan
2.
Paham Empirisme adalah suatu aliran
yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Para kaum
empiris menganggap bahwa melalui pengalaman kebenaran yang diperoleh akan lebih
valid, meskipun kebenaran secara mutlak tidak akan pernah tercapai
3. Metode
keilmuan adalah adalah
gabungan dari metode rasionalisme dan empirisme. Jadi pada dasarnya, metode
keilmuan menyatukan kedua metode untuk mendapatkan suatu hasil yang sempurna.
4. Ada beberapa
cara untuk menemukan pengetahuan, diantaranya dengan metode kegigihan, metode
kewibawaan, metode apriori atau intuisi, dan metode sains.
B. Saran
Setelah membaca dan membahas makalah ini, hendaklah kita berfikir
secara sistematis. Baik itu secara rasio maupun empiris. Karena untuk
menghasilkan konsep pemikiran yang baik diperlukan pola pikir yang terstruktur.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2010.Filsafat Ilmu.Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada
Mukalam.2014.Kompilasi Referensi Pendukung Proses Belajar Mengajar (Bagian I).Yogyakarta:UIN
Sunan Kalijaga
Nasution, Andi Hakim.1988.Pengantar ke Filsafat Sains.Jakarta:Litera
AntarNusa
Suriasumantri, Jujus S.1997.Ilmu dalam Perspektif :sebuah kumpulan
karangan tentang hakekat ilmu.Jakarta :Yayasan Obor Indonesia
Van Peursen, C.A.1980.Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar
Filsafat Ilmu.Jakarta:PT Gramedia
0 komentar:
Posting Komentar