BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Setiap
manusia sebagai makhluk sosial pasti memiliki sebuah ideologi. Sebuah pemikiran
yang melandasi tata hidup dan pola fikir, sehingga tercipta keharmonisan dengan
sesama. Semakin tertata dan teraturnya pola hidup seseorang, akan semakin baik
sistem hidup orang tersebut. Sebagai warga dari sebuah bangsa dan negara yang
memiliki ideologi yang berasaskan Pancasila yang memiliki landasan yang kuat
karena tersusun dari berbagai aspek dasar kehidupan. Pancasila yang memilki
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradap, Persatuan Indonseia, Kerakyatan Yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan serta keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah satu kunci yang berlandaskan hukum
atau norma yang berlaku di masyarakat Indonesia.
Namun
dewasa ini sebagai bangsa yang berasaskan Pancasila, kita telah kehilangan
sifat dasar dan makna yang sebenanya dari Pancasila itu sendiri. Banyak sekali
pergeseran yang telah terjadi di negara dan bangsa tercinta ini. Beberapa
contoh signifikan telah terbukti dengan peristiwa - peristiwa yang telah
mencoreng dan jauh dari asas Pancasila. .
Dari keadaan tersebut penulis ingin memberikan pemahaman
kepada pembaca bagaimana makna dari makna
dan nilai kandungan dalam Pancasila.
B.
TUJUAN
Penulis ingin menjelaskan tentang makna – makna dan arti sila –
sila dalam pancasila. Sebagai warga negara Indonesia yang baik harus bisa
mengerti dan mengamalkan Pancasila serta menjadikan Pancasila sebagai dasar
pedoman hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping itu penulis
ingin memberikan pengertian dan contoh - contoh dalam mengamalkan Pancasila
sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga pengertian dan
contoh – contohpelanggaran dalam mengamalkan Pancasila agar menjadi
pembelajaran bagi seluruh warga indonesia yang baik.
C.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana bunyi dari sila – sila Pancasila ?
2.
Apa makna dari sila – sila Pancasila ?
3.
Bagaimana mengamalkan sila – sila Pancasila ?
4.
Bagaimana contoh pelanggaran dalam mengamalkan
Pancasila ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BUNYI PANCASILA
1.
Ketuhanan yang maha Esa
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
B.
ARTI DAN MAKNA MASING-MASING SILA
DARI PANCASILA
1. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
Makna sila ini adalah percaya dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hormat dan
menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang
lain.
Perkataan
Ketuhanan berasal dari Tuhan. Siapakah Tuhan itu? Jawaban kita ialah Pencipta
segala yang ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tiada
sekutu bagiNya, Esa dalam zat-Nya, dalam sifatNya maupun dalam perbuatanNya. Pengertian
zat Tuhan disini hanya Tuhan sendiri yang Maha Mengetahui, dan tidak mungkin
dapat digambarkan menurut akal pikiran manusia, karena zat Tuhan adalah sesempurna-sempurnanya
yang perbuatan-Nya tidak mungkin dapat disamakan dan ditandingi dengan
perbuatan manusia yang serba terbatas.
Keberadaan
Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaan daripada makhluk hidup dan siapapun,
sedangkan sebaliknya keberadaan daripada makhluk dan siapapun justru disebabkan
oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah prima causa, yaitu sebagai
penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain.
Dengan
demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan
diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini
ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan
selainNya adalah terbatas.
Negara
Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara
dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam:
a.
Pembukaan
UUD 1945 alinea ketiga, yang antara lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa …. “. Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler.
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa …. “. Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler.
Sekaligus menunjukkan
bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang
didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan
atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
b.
Pasal
29 UUD 1945
1) Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2)
Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Oleh karena itu di
dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang
Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti
agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya
diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh
doleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama
masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan
beragama.
Untuk senantiasa
memelihra dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi:
1.Kerukunan hidup antar umat seagama
1.Kerukunan hidup antar umat seagama
2.Kerukunan hidup antar umat beragama
3.Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.
Tri kerukunan hidup
tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di dalam memahami
sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan
di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing untuk menaati
norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya, misalnya : bagi yang beragama
Islam senantiasa berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasul,
bagi yang beragama Kristen (Katolik maupun Protestan) berpegang teguh pada
kitab sucinya yang disebut Injil, bagi yang beragama Budha berpegang teguh pada
kitab suci Tripitaka, bagi yang beragama Hindu pada kitab sucinya yang disebut
Wedha.
Sila ke I, Ketuhanan
Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia,
yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai
dengan Sila V.
2.
SILA KEMANUSIAN YANG ADIL DAN BERADAB
Makna sila ini adalah mengakui persamaan derajat, persamaan hak
dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Saling mencintai sesama manusia,
Mengembangkan sikap tenggang rasa, Tidak semena-mena terhadap orang lain,
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan,
Berani membela kebenaran dan keadilan, Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan
sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Kemanusiaan berasal
dari kata manusia, yakni makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang memiliki
potensi, pikir, rasa, karsa dan cipta. Karena potensi ini manusia mempunyai,
menempati kedudukan dan martabat yang tinggi. Kata adil mengandung makna bahwa
suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas ukuran atau norma-norma yang objektif,
dan tidak subjektif, sehingga tidak sewenang-wenang.
Kata beradab berasal
dari kata adab, artinya budaya. Jadi adab mengandung arti berbudaya, yaitu
sikap hidup, keputusan dan tindakan yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai
budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan atau moral. Kemanusiaan yang adil
dan beradab mengandung pengertian adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia
yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan
norma-norma dan kebudayaan umumnya. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua
manusia di dunia, tanpa memandang ras, keturunan dan warna kulit, serta
bersifat universal.
Kemanusiaan yang adil
dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber pada ajaran Tuhan Yang Maha Esa
yakni sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaanNya. Hal ini selaras dengan :
a.
Pembukaan
UUD 1945 alinea pertama
b.
Pasal
27, 28, 29, 30 dan 31 UUD 1945
3.
PERSATUAN INDONESIA
Makna sila ini adalah menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Rela berkorban demi bangsa dan negara, Cinta akan
Tanah Air, Berbangga sebagai bagian dari Indonesia, Memajukan pergaulan demi
persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam krisis
multidimensi yang melanda Indonesia dan tak kunjung pulih sepenuhnya serta
ancaman disintegrasi bangsa, selain separatisme juga pertentangan antara pusat
dengan daerah serta antara daerah (tingkat satu) dengan daerah (tingkat dua),
maka orang akan mempertanyakan persatuan Indonesia. Apakah persatuan Indonesia
masih ada ketika pembelahan masyarakat miskin dengan masyarakat kaya semakin
besar dan semakin membesar. Masihkah layak kita berbicara tentang persatuan
nasional ketika kesenjangan sosial kian merebak.
Persatuan adalah kata
yang diucapkan oleh hampir seluruh anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI dalam merumuskan dasar negara tahun 1945.
Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 merupakan pidato yang mendapat sambutan sangat
meriah dari para anggota BPUPKI yang menegaskan tentang hal ini.“Kita hendak
mendirikan suatu negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat
satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi ‘semua
buat semua’.”
Negara itu tentu
didiami oleh bangsa. Menurut Renan, syarat bangsa adalah kehendak untuk bersatu.
Soekarno menambahkan dengan mengutip anggota BPUPKI yang lain Bagus Hadikusumo,
yang dibutuhkan adalah persatuan antara orang dengan tempat, antara manusia
dengan tempatnya. Tempat itu tidak lain dari tanah air. Tanah air itu adalah
suatu kesatuan.
Rumusan Pancasila 1
Juni 1945 mendapatkan tantangan dengan tambahan tujuh kata “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” yang kemudian diakomodasi dalam apa
yang disebut Mukadimah (Sukarno) atau Piagam Jakarta (Muhammad Yamin) tanggal
22 Juni 1945.
Namun ketika Pancasila
disahkan sebagai dasar negara, maka ungkapan yang terdapat dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 tidak lagi menggunakan rumusan Piagam Jakarta. Ketiga
peristiwa proses Pancasila sejak dicetuskan oleh Bung Karno, lalu menjadi
Piagam Jakarta sampai dijadikan sebagai dasar negara, 18 Agustus memperlihatkan
sikap kenegarawanan founding fathers dan founding mothers kita saat itu.
Rumusan tertanggal 18 Agustus itu meskipun tidak disebut secara eksplisit dalam
teksnya sebagai Pancasila sudah kita terima secara resmi. Rumusan itu merupakan
kompromi yang memperlihatkan bahwa pendiri bangsa kita lebih mengutamakan
persatuan karena musuh sudah berada di depan pintu.
4.
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN
DALAM
PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN
Makna sila ini adalah mengutamakan kepentingan negara dan
masyarakat, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, mengutamakan budaya
rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama, bermusyawarah sampai
mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.
Dasar
pemikiran kenapa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dijadikan sila ke-4 dari Pancasila, kemungkinan
besar adalah karena pengaruh perkembangan ketatanegraan di Eropa dan Amerika
Serikat pada saat itu yang mengilhami para pejuang kemerdekaan, apa sekiranya
sistem pemerintahan yang paling tepat buat bangsa Indonesia apabila mendapatkan
kemerdekaan ataupun masa-masa setelah itu.
Bentuk pemerintahan
yang paling bawah di Indonesia yaitu kepala desa telah menggunakan sistem
pemilihan langsung oleh rakyat yang seperti model demokrasi modern di Eropa dan
Amerika Serikat. Termasuk juga sistem pemilihan ketua adat di banyak daerah di
Indonesia, pada umumnya dipilih secara langsung oleh masyarakat. Dipilih
diantara mereka yang dianggap tetua yang bijaksana dengan pemilihan melalui
permusyawaratan dikalangan yang mewakili masyarakat maupun dipilih secara
langsung oleh masyarakat.
Walaupun bagaimana
sila ke-4 dari Pancasila yang berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusywaratan/Perwakilan ini yang paling sering diinterpretasikan
secara salah oleh para pemimpin bangsa, bahkan oleh pemimpin yang telah
menggali dan mempresentasikan Pancasila didepan PPPK pada tanggal 1 Juni 1945 –
Bung Karno.
Hal ini dikarenakan
UUD 1945 pada awalnya tidak secara jelas menjabarkan sila ini dalam bentuk
operasional yang mencerminkan sila ke-4 secara tegas dan rinci. Oleh karena itu
sebelum amandemen UUD 1945 – amandemen dilakukakan pada masa reformasi yaitu
dari tahun 1999 s/d 2002 – cerminan sila ke 4 dari Pancasila yang ada di UUD 1945
saat itu memberikan kekuasaan yang hampir tidak terbatas kepada Presiden
(Eksekutif) terpilih untuk mejalankan roda pemerintahan, dan ini betul-betul
terjadi dengan kerancuan-kerancuan ketatanegaran yang terjadi sebelum masa
reformasi, yaitu:
a.
Presiden
Soekarno ditunjuk oleh MPR – yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden, bahkan
anggota kabinet juga jadi anggota MPR, suatu kerancuan ketatanegaraan yang akut
– saat itu menjadi presiden seumur hidup. Pemerintahannya dijatuhkan secara
tragis dengan trigger peristiwa 30 September 1965.
b.
Presiden
Soeharto bisa memerintah selama 32 tahun dan memasukkan unsur ABRI yang
ditunjuk begitu saja kedalam DPR dan MPR. Hanya bisa dijatuhkan setelah terjadi
krisis ekonomi yang tidak bisa diatasi maupun gejolak perubahan yang berkembang
di secara informal diluar sistem demokrasi itu sendiri.
Kedua pemerintahan tersebut selalu menganggap tidak
pernah melanggar UUD 1945 bahkan merasa telah mejalankan ideologi Pancasila
secara baik. Oleh karena itu adalah langkah yang sudah benar yang telah
dilakukan oleh anggota legislatif (DPR) yang diperkuat oleh anggota MPR secara
keseluruhan hasil pemilu 1999 yang telah melaksanakan amandemen UUD 1945
terutama yang berkaitan dengan ketatanegaran didalamnya. Adalah pemikiran
set-back kalau kita ingin kembali ke UUD 1945 yang asli.
Dengan demikian penjabaran
pembukaan UUD 1945 berkenaan dengan sila keempat dari Pancasila di UUD 1945 sudah
lebih mencerminkan suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Untuk bisa mencapai
format demokrasi yang pas bagi bangsa Indonesia yang diperlukan adalah komitmen
yang kuat bagi para penyelenggara NKRI maupun rakyat Indonesia untuk sedikit
dengan sedikit menunju kondisi ideal seperti yang disajikan dalam
prinsip-prinsip yang ada pada sila-sila di Pancasila agar mimpi atau impian
para pejuang kemerdekaan untuk membentuk suatu masyarakat Indonesia yang adil,
makmur, dan sejahtera bisa terwujud.
5.
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Makna sila ini adalah bersikap adil terhadap sesama, menghormati
hak-hak orang lain, menolong sesama, menghargai orang lain, melakukan pekerjaan
yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.
Interpretasi dan
pelaksanaan terhadap pasal 33 ayat 3 s.d. 4 dan pasal 34 UUD 1945. Pasal 33 ayat 3 mengatakan: bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar
besar kemakmuran rakyat (Note: Ini masih asli UUD 1945 dari awal).
Kenyataannya hampir
semua pertambangan (tembaga, batubara, nikel, dll) telah dikuasai pihak swasta
dan pihak asing yang hanya menguntungkan pribadi-pribadi dan pihak asing yang
sangat merugikan rakyat, termasuk kerusakan lingkungan yang diakibatkan
explorasi tanpa batas.
Sangat jelas bahwa
tidak ada satupun pemerintahan setelah Indonesia merdeka yang telah menjalankan
pasal 33 ayat 3 ini dengan baik justru kejadiannya dengan budaya KKN yang akut
hampir semua konsesi explorasi sumber alam sangat menguntungkan pihak swasta
dan pihak asing.
Sedangkan negara
apalagi rakyat Indonesia tidak pernah merasakan manfaatnya secara optimal
bahkan menderita akibat kerusakan lingkungan dengan adanya banjir yang tidak
pernah diatasi pada musim hujan dan kekeringan serta kekurangan air bersih pada
musim kering. Ini sangat terlihat dengan indikasi:
i. Kerusakan hutan di
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa akibat penggundulan hutan tanpa adanya
usaha penanaman kembali. Kalaupun ada usaha penanaman kembali hanya merupakan
usaha sporadis, tanpa ada konsep terpadu yang komprehensif.
ii. Penambangan tembaga di
Tembagapura oleh Freeport yang menyebabkan dua bukit sudah menjadi danau, bisa dibayangakan
kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Saat ini masih berlangsung entah akan
ada berapa bukit lagi yang akan menjadi danau.
iii. Penambangan batubara
besar-besaran di Kalimantan Timur dan Selatan yang dilakukan oleh perusahaan
penambang besar, perusahaan penambang kecil maupun penambang liar. Entah akan
dijadikan apa bekas-bekasnya, sedangkan infrastruktur jalan tidak pernah
diperhatikan atau diperbaiki, belum lagi banyaknya pelabuhan batubara di
sepanjang sungai di Kalsel dan Kaltim yang apakah secara efektif bisa dikontrol
oleh pemerintah daerah, menimbulkan banyaknya kemungkinan KKN dari petugas
pabean dalam ekspor batubara.
Pasal 33 ayat 4
mengatakan: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional (Note: Ini hasil amandemen ke-4 tahun 2002).
Esensi ayat 4 ini
adalah mencoba lebih menjelaskan pasal 33 ayat 1 yang mungkin tidak begitu
jelas artinya. Realitasnya tetap saja pemerintah saat ini tidak bisa
melaksanakan pasal 33 ayat 4 ini dengan baik.Kuncinya adalah pelaksanaan pasal
33 dan pasal 34, UUD 1945 secara lebih baik, kalau tidak pemerintah hanya akan
diperalat oleh kaum pemodal (baik oleh para pemodal dalam negeri maupun oleh
para pemodal asing) untuk kepentingannya, diperparah dengan budaya KKN yang
akut, pemerintah tidak akan pernah punya dana yang cukup untuk program
kesejahteraan rakyat seperti diamanatkan pada pasal 34, UUD,45. Akibatnya
pemerintah tidak pernah mampu menjalankan amanat dasar negara Pancasila, sila
ke 5 – mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C.
PENGAMALAN PANCASILA
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Untuk mengamalkan sila pertama ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
b.Manusia
Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
c. Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d.Membina
kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
e.Agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yangmenyangkut hubungan
pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f. Mengembangkan
sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
g.Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
Untuk mengamalkan sila kedua dapat dilakukan dengan cara :
a. Mengakui
dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
b.Mengakui
persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
c. Mengembangkan
sikap saling mencintai sesama manusia.
d.Mengembangkan
sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e.Mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f. Menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g.Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan.
h.Berani
membela kebenaran dan keadilan.
i. Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j. Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
Untuk mengamalkan sila ketiga dapat dilakukan dengan cara :
a. Mampu
menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.Sanggup
dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c. Mengembangkan
rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d.Mengembangkan
rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e.Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
f. Mengembangkan
persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g.Memajukan
pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Untuk mengamalkan sila keempat dapat dilakukan dengan cara :
a. Sebagai
warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b.Tidak
boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d.Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e.Menghormati
dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f. Dengan
i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
g.Di dalam
musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
h.Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i. Keputusan
yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran
dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j. Memberikan
kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
5. Keadilan
ssial bagi seluruh rakyat Indonesia
Untuk mengamalkan sila kelima dapat dilakukan dengan cara :
a. Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
b. Mengembangkan
sikap adil terhadap sesama.
c. Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati
hak orang lain.
e. Suka
memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha
yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
h. Tidak
menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan
umum.
i.
Suka bekerja keras.
j.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k. Suka
melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.
D.
PENYIMPANGAN TERHADAP NILAI – NILAI PANCASILA
1.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Sila Persatuan Indonesia
4.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan daam permusyawaratan/perwakilan
5.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
a.
Bangga menggunakan produk Luar Negeri daripada
produk Dalam Negeri
Ketika kita merasa lebih
bangga dengan menggunakan barang-barang dari luar negeri, hal tersebut
sesungguhnya termasuk dalam penyimpangan nilai-nilai pancasila. Kegemaran
kalangan masyarakat tertentu terhadap produk impor sebetulnya disebabkan gaya
hidup yang ingin meniru luar negeri. Ini sesungguhnya patut disesalkan karena
kalangan masyarakat ini umumnya berintelektual tinggi. Sudah sepatutnya rasa
nasionalisme terhadap produksi dalam negeri harus dikampanyekan secara luas dan
terus menerus agar tumbuh rasa bangga terhadap produk-produk karya anak negeri.
b.
Demonstrasi Mahasiswa
Pada asal mulanya demonstrasi merupakan salah satu cara penyampaian
aspirasi yang dilegalkan. Demonstrasi dapat pula digunakan sebagai media
penyampaian kritik ataupun saran-saran terhadap kebijakan pemerintah yang
dinilai kurang berpihak kepada rakyat. Tetapi dewasa ini demonstrasi identik
dengan kegiatan penyampaian pendapat disertai anarkisme masa dan perusakan
infrastruktur pemerintah. Orasi disertai dengan aksi baku hantam antara
pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Hal ini sangat bertentangan dan tidak
sesuai dengan sila keempat.
c.
Kunjungan sejumlah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat ke Yunani
Beberapa waktu lalu sejumlah anggota
Badan Kehormatan DPR berangkat ke Yunani dengan alasan melakukan studi banding
soal kode etik anggota Dewan. Hal ini menuai berbagai kontroversi dari
masyarakat. Sebenarnya, apabila para anggota DPR hendak studi banding ke Negara
manapun, tidak akan dipersoalkan asalkan dapat diterima nalar publik dalam
mengukur skala prioritas kebutuhan mendasar dan mendesak serta memenuhi asas
kepatutan. Studi banding anggota DPR ke luar negeri pada saat negeri kita
tertimpa bencana, walaupun sudah dijadwalkan, mestinya harus dipertimbangkan
dan ditunda sampai waktu yang tak ditentukan. Hal ini bertentangan dengan sila
kedua.
Studi banding tidak harus keluar
negeri. Inti utama dari studi banding adalah belajar. Belajar bisa dimana saja.
Tidak harus menuju ke negeri orang. Negeri ini terbuka dengan informasi dari
mancanegara. Perkembangan teknologi informasi dapat dimanfaatkan seluas-luasnya
untuk membangun dan mengembangkan diri sehingga mampu menyejajarkan diri dengan
negara-negara lainnya dalam pergaulan masyarakat internasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar
Negara harus dihayati dan dijiwai serta digunakan sebagai penunjuk arah semua
kegiatan ataupun tingkah laku. Tiap-tiap sila yang ada merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pancasila sebagai way of life
sudah tidak sepenuhnya di amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Degradasi
nilai-nilai luhur pancasila telah terjadi di kalangan masyarakat Indonesia.
Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut antara lain aksi demonstrasi mahasiswa yang
seringkali berakhir dengan kericuhan, menurunnya rasa empat dan kekeluargaan
sebagai bagian dari bangsa Indonesia seperti kunjungan ke luar negeri oleh
sejumlah anggota dewan kehormatan DPR ditengan bencana alam yang menerpa negeri
ini, serta kurangnya rasa bangga terhadap produk karya anak negeri. Masyarakat
cenderung lebih bangga jika menggunakan produk impor dan hal tersebut sangat
disayangkan.
Ada berbagai fenomena yang
menjadi penyebab mulai lunturnya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga perilaku penyimpangan terhadap nilai pancasila kerap kali
terjadi. Beberapa hal yang menjadi penyebab lunturnya nilai pancasila
menurunnya sosialisasi nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat, pendidikan
mengenai pengamalan nilai-nilai pancasila yang kurang dalam masyarakat, sikap apatisme, serta
berkembangnya hedonisme dan materalisme.
Beberapa hal yang dapat
dilakukan guna mengatasi perilaku
menyimpang tersebut yakni penanaman nilai-nilai pancasila dilakukan sejak dini
melalui pandidikan dalam keluarga, digalakkannya program pendidikan pancasila
tidak hanya pada perguruan tinggi saja, mulai dari pendidikan dasar agar
nilai-nilai luhur pancasila dapat tertanam kuat di jiwa generasi muda sebagai
penerus bangsa.
B.
Saran
Masyarakat Sabagai bagian dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia tentunya diharapkan mampu meresapi dan
mengaktualisasikan nilai-nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Penyimpangan yang terjadi terhadap nilai luhur pancasila bukanlah kesalahan
satu puhak saja. Tetapi lembaga yang terkait dengan penanaman nilai-nilai dasar
pancasila juga turut bertanggung jawab.
tidaklah bijaksana menumpukan kesalahan pada pemerintah, remaja ataupun
pihak-pihak terkait. Lebih bijaksana jika terlebih dahulu mengkaji kondisi dan
problematika di dalamnya. Dan dari situ dapat diberikan solusi yang mudah
diaplikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar