Kamis, 24 Maret 2016

MACAM-MACAM MADZHAB SUNNI




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Semua makhluk di dunia ini dilahirkan dengan keadaan yang berbeda-beda, mulai dari bentuk, karakteristik, letak geografis dan lain-lain. Bahkan manusia pun dilahirkan berbeda-beda, tidak mungkin semuanya sama, terutama dalam pola fikir dan kemampuan intelektual mereka pun juga berbeda. Sehingga ketika hukum berbicara, banyak sekali perbedaan pendapat yang muncul, ada yang menyetujui dan ada pula yang menentang secara radikal.
Fiqh merupakan hasil ijtihad manusia, yang bersifat relatif, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah faktor mujtahidnya atau siapa yang berijtihad, faktor situasi dan kondisi yakni dalam situasi dan kondisi bagaimanakah waktu mujtahid tersebut beristimbat, bagaimana situasi pemerintahan pada waktu itu, dan sebagainya.
Perbedaan hukum Islam bisa dilihat terutama setelah meluasnya agama Islam ke berbagai belahan dunia, hal tersebut juga dibarengi dengan banyaknya peristiwa-peristiwa baru yang muncul dalam kehidupan manusia. Keadaan ini menyebabkan para alim ulama yang dijadikan tempat bertanya tentang hukum Islamberusaha mencari dan menemukan hukum peristiwa tersebut melalui ijtihad.

B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa muncul madzhab dalam islam?
2.      Apa yang dimaksud dengan madzhab sunni?
3.      Apa saja macam-macam madzhab sunni?
4.      Apa yang menyebabkan beberapa mazhab tetap bertahan sampai sekarang ?
  
C.    Tujuan
1.      Mengetahui alasan munculnya madzhab islam
2.      Mempelajari pengertian madzhab sunni
3.      Mempelajari macam-macam madzhab sunni
4.      Mengetahui alasan beberapa mazhab tetap bertahan sampai sekarang



BAB II
METODE PENULISAN

Bismillahirrahmanirrahiim.

Pembuatan makalah yang berjudul “Macam – Macam Mazhab Sunni” kami rencanakan untuk memulai pembuatannya yang akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 27 Maret 2015 di Perpustakaan Pusat UIN Sunan Kalijaga Lantai 3. Hari tersebut kami pilih karena hari itu adalah waktu dimana semua anggota kelompok bisa berkumpul.
Pada waktu yang telah disepakati, kami seluruh anggota kelompok berkumpul di Perpustakaan Pusat UIN Sunan Kalijaga Lantai 3 di sebuah meja dekat rak 2X4, yang berisi tentang buku – buku fikih. Pada saat itu yang pertama kali datang adalah Maulina Lutfiyah pada pukul 09.35 WIB. Kemudian disusul oleh Lailis Sa’adah yang datang pada pukul 09.43 WIB. Setelah menunggu selama kurang lebih 15 menit, barulah datang Mahendra Risky Habibi bersama Wahid Fahry Ramadhan. Sedangkan Harjuna terlambat 1 jam disebabkan ada kuliah, karena dia adalah satu – satunya mahasiswa angakatan 2014.
Pada pertemuan pertama, kami membahas tentang rumusan masalah yang akan kami jadikan acuan dalam pembuatan makalah. Timbul banyak pertanyaan dari anggota kelompok kami, sebab kami sendiri belum begitu memahami tentang mazhab Sunni. Pertanyaan pertama muncul dari Saudari Maulina yang tiba – tiba bertanya, “apa itu Mazhab Sunni ?”. Kemudian Saudari Lailis berkata, “ Kamu tahu empat Imam mazhab yang terkenal sampai saat ini? Nah itu adalah contohnya.” Kemudian Fahri bertanya, “ Empat Imam Mazhab itu siapa saja sih ? Emang Cuma itu aja po ?”. Risky menjawab, “ Maliki, Hambali, Syafi’i, Hanafi”. Kemudian kami sibuk membaca buku masing – masing. Setelah hening beberapa saat, tiba – tiba Maulina berkata, “eh, di Buku Pokja Akademik menyebutkan bahwa ada Mazhab Sunni yang sudah lenyap. Ada Auza’I, Latsi, Dlahiri, dan Tsauri. Ngomong – ngomong, kenapa kok bisa timbul Mazhab?”. Fahri menjawab, “ Kan itu kemarin sudah dijelaskan oleh kelompok 3”. Setelah itu Lailis bertanya, “ Kalian tau perkembangan Mazhab Syafi’i sama Hanbali ngga ?” Risky menjawab, “ Ini lho, di buku karangan A. Djazuli ada, coba kamu baca saja”.
Di tengah asyiknya berdiskusi, tiba – tiba Harjuna datang dengan wajah yang tidak berdosa dan langsung duduk di sebelah Risky sambil mengucapkan salam. Tiba – tiba Risky melontarkan pertanyaan pada Harjuna, “ Hei coba Kamu jelasin bagaimana perkembangan mazhab Maliki dan Hanafi?”. Dengan wajah yang polos disertai senyum yang lebar Harjuna menjawab, “ Hehehe.. Aku ngga tahu Kak, kan Aku baru datang”. Langsunglah Fahry tertawa dan menyodorkan sebuah buku karangan Prof TM. Hasbi Ash Shiddieqy sambil berkata pada Risky, “ Di sini ada, coba Kamu baca. Di buku yang kamu kasih ke Lailis juga ada”. Risky berkata, “oh, iya po? Aku baru sekilas bacanya”.
Setelah itu kami membaca buku yang pegang masing – masing. Sebelum diskusi berakhir, Harjuna memberikan sebuah pertanyaan. “ Kak, apa sih yang menyebabkan beberapa mazhab ada yang eksis dan ada yang lenyap ? “. Maulina menjawab, “kemarin sudah dijelaskan sekilas oleh Bapak Yayan. Coba kamu baca ulang buku pokja akademik”. Diskusi sesi pertama selesai pada pukul 11.35 WIB. Karena perpustakaan akan ditutup yang disebabkan tiba waktu sholat Jumat.
    Diskusi sesi kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 1 April 2015 di Ruang Diskusi Laboratorium Termodinamika. Diskusi dimulai pada pukul 09.00 WIB setelah melaksakan ujian tasawuf. Diskusi kali ini kami mulai menyusun isi makalah sesuai pembagian topic yang telah disepakati pada pertemuan pertama. Diskusi kali ini diikuti oleh Lailis, Maulina, Risky, dan Fahry serta ditemani beberapa orang teman fisika 2013. Harjuna berhalangan hadir disebabkan masih mengikuti ujian. Tetapi dia sudah mengumpulkan materi bagiannya ke kelompok Kami. Diskusi berakhir sekitar pukul 14.38 WIB dengan hasil soft file makalah sejauh 90%.
Diskusi terakhir dilaksanakan pada Hari Senin, 6 April 2015 untuk fiksasi makalah dan power point untuk dipresentasikan besok paginya. Diskusi dimulai ba’da maghrib dan berakhir pada pukul 20.11 WIB yang diikuti oleh Risky, Maulina dan Lailis. Alhamdulillahirabbil’alamin makalah telah selesai dan untuk pembahasannya saja sudah diunggah di grup facebook fisika pada pukul 19.03 WIB.
Demikian metode pembuatan makalah yang telah kelompok Kami lakukan. Semoga bermanfaat.




BAB III
PEMBAHASAN

A.    Sebab-Sebab Berdirinya Mazhab Islam
Perbedaan-perbedaan dalam hukum islam terlihat setelah meluasnya islam ke berbagai belahan dunia, hal tersebut juga dibarengi dengan banyaknya peristiwa-peristiwa baru yang muncul dalam kehidupan manusia. Keadaan demikian ini menyebabkan para alim ulama’ yang dijadikan tempat bertanya tentang hukum islam berusaha mencari dan menemukan hukum peristiwa tersebut melalui ijtihad. Selain hal diatas, adalah tersebarnya para alim ulama ke berbagai daerah dan negeri. Keadaan lingkungan dan cara berfikir masing-masing daerah dan negeri tentunya berbeda. Hal ini mempengaruhi pola penetapan hukum, karena masing-masing ulama dalam berijtihad guna menetapkan hukum menempuh jalan masing-masing yang dianggap benar dengan pertimbangan dan pengaruh budaya mesing-masing.
Perbedaan cara pandang dan metode penetapan hukum tersebut, akhirnya melahirkan aliran-aliran tertentu yang kemudian dikenal dengan aliran ahlul hadis dan ahlur ra’yi (tradisionalisme dan rasionalisme). Berkembangnya kedua aliran ijtihad tersebut pada akhirnya melahirkan madzhab-madzhab dalam fiqh yang memiliki corak metodologi dan produk hukum islam (fiqh) tersendiri, serta masing-masing juga telah memiliki pengikut dari berbagai lapisan masyarakat. [1]
Sebenarnya, para imam mujtahid sendiri tidaklah menganjurkan untuk mengikuti mereka, yang dianjurkan oleh para imam madzhab adalah kembali kepada dalil-dalil dalam berijtihad, meskipun dengan cara itu ada kemungkinan hukum ynag dihasilkan bebeda dengan pendapat mereka. Artinya, para imam mujtahid mendorong untuk berijtihad. [2]

B.     Pengertian Sunni
Sunni berasal dari kata “sunnah” yang secara harfiah artinya adalah tradisi, adat kebiasaan yang telah melembaga dalam masyarakat. Sunnah dalam pengertian syara’ ialah tradisi yang dikerjakan oleh Rasulullah Saw dan diteruskan oleh para salaf yang shaleh. Sunnah dalam batasan yang sempit memiliki makna perbuatan (fiil), ucapan (qaul), dan persetujuan diam (taqrir) Nabi. Dalam batasan yang sedikit luas, dimasukkan juga perbuatan, fatwa, dan tradisi yang diintroduksikan oleh para shahabi (atsar shahabi). Sunnah menurut ahli kalam ialah keyakinan (i’tiqad) yang didasarkan pada dalil naqli bukan semata bersandar pada pemahaman akal (rasio). Dalam pengertian ahli politik, sunnah ialah jejak yang ditinggalkanoleh Rasulullah  saw dan para khulafaur rasyidin.
Jadi, yang dimaksud dengan sunni adalah nama bagi kelompok muslim pendukung sunnah menurut terminology syara’ ahli hadis, ahli kalam dan ahli politik. Satu prinsip dasar yang dipegang sunni ialah dalam memahami agama mereka mengambil jalan tengah (wasathan). Mereka berpegang pada asas keseimbangan yang mengacu pada Al Qur’an dan as-Sunnah dan berusaha mencari perdamaian antara akal dan naqal, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat, mendamaikan antara fiqh dan tasawuf. [3]



C.    Macam-macam Mazhab Sunni yang Bertahan
1.      Mazhab Hanafi
Kufah merupakan tempat kediaman kebanyakan fuqaha’ islam. Umar bin Khatab mengutus Abdullah ibn Mas’ud kesana sebagai guru dan hakim pada tahun 23 H. Setelah  itu timbul Hammad ibn Abi Sulaiman, yaitu murid dari murid-murid Abdullah ibn Mas’ud.
Hammad ibn Abi Suliman menyatukan fiqh An-Nakha’i dengan fiqh Asy-Sya’bi dan memberikan yang sudah disatukan itu kepada murid-muridnya, antaranya kepada Abu Hanifah An-Nu’man. Murid-murid nya yang terkenal adalah Abu Yusuf, Muhammad, Zufar dan Hasan ibn Ziyad. Mereka bersamaa-sama Abu Hanifah membentuk mazhab Hanafi, pada permulaan abad kedua Hijrah, diakhir pemerintahn Amamiyah.
Abu Hanifah mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menggunakan mantiq dan  menetapkan hukum syara’dengan qiyas dan ihtisan. Beliau terkenal dengan ulama yang sangat berhati hati dalam menerima hadist. Hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hanafi banyak terkumpul pada kitab Jami’ul Masanied yagn dikumpulkan oleh Abu Mufid Muhammad ibn Yusuf Al-Khawarizmi. Pada masa itu terjadi perbedaan pendapat.

a.         Dasar-Dasar Madzhab Abu Hanifah
Abu Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang qiyas dan istihsan apabila beliau tidak memperoleh nash dalam Kitabullah, Sunnatur Rasul atau Ijma’. Abu Hanifah menggunakan lima dasar dalam menentukan hukumfiqh dalam madzhabnya, ialah:
1.          Al-Kitab
2.          As-Sunnah
3.          Al-Ijma’
4.          Al-Qiyas
5.          Al-Istihsan
Pada masa sekarang ini madzhab Hanafi adalah madzhab resmi negara Mesir, Turki, Syria dan Libanon.  Dan madzhab inilah yang dianut oleh sebagian besar penduduk Afghanistan, Pakistan, Turkistan, muslim India dan Tiongkok. Lebih sepertiga umat Islam didunia ini yang menganut mazhab Hanafi.

2.      Mazhab Maliki
Negeri Hejaz adalah tempat wahyu dan tempat berkembangnya Sunnah. Dinegeri inilah didirikan madrasah yang mempunyai corak sendiri, yaitu Madasah Ali Hijaz atau Madrasah Alil Madinah. Madrasah ini pada mulanya dibangun oleh Umar ibn Khatab, Abdullah ibn Umar, Zaid ibn Abbas dan Aisyah. Kemudian madrasah ini dipimpin oleh Fuqaha’ tujuh yaitu:
1.    Sa’id ibn Musaiyab
2.    Abu Bakar ibn Abdur-Rahman
3.    Urwah ibn Zubair
4.    Sulaiman ibn Jassar
5.    Al Qasim ibn Muhammad
6.    Kharijah ibn Zaid dan
7.    Ubaidullah ibn Abdillah
Kota Madinah adalah Darul Hijrah, tempat Nabi s.a.w berdiam diam sesudah hijrah dari Makkah. Kota inilah yang menajdi pusat ahli hadist dan disnilah lahir Malik ibn Anas Al Ashbahi. Beliau dilahirkan dalam tahun 95 H. Beliau tidak pernah melawat kemana-mana selain pergi berhaji. Beliau wafat pada tahun 179 H. Dimasa Harun Al Rayid.
Beliau terkenal sebagai pemuka fiqh didaerah Hejaz, menjadi guru Asy Syafi’i.Malik mempelajari fiqh dari Rabi’ah ibn Rahman dan mempelajari hadist dari Nafi’, Az Zuhri, Abie Zinad, Yahya ibn Sa’id Al Anshari. Beliau menyususn sebuah kitab Hadist yang dinamai Al-Muwaththa’. Disusun secara kitab Fiqh. Isi kitabnya disepakati olehh para ulama.
Khalifah Al Manshur pernah bermaksud menjadikan Al-Muwaththa’sebagai buku peganggan yang harus dianut isinya. Tetapi Malik menolaknya.
a.         Dasar-Dasar Madzhab Maliki
Al-Qadli’Iyadl dalam kitab Al Madarik berkata : “Malik mendahulukan Kitabullah menurut  tertib tiap samarnya. Ya’ni beliau mendahulukan nash, kemudian yang dhahir, kemudian yang mafhum. Sesudah itubeliau berpegang kepada As Sunnah. Dalam hal ini beliau mendahulukan yang mutawatir atas yang masyhur, yang mashur atas ahad, sebagaimana beliau mendahhulukan yang nash atas yang dhahir dan yang dhahir atas mafhum.
Sesudah itu beliau berpegang kepada ijma’, baru kemudian beliau berpegang kepada qiyas. Dalam pada itu Malik tidakmemberi kepada qiyas kedudukan yang diberikan oleh Abu Hanafiah. Dan terkadang-kadang beliau mendahulukan amalan ulama-ulama Madinah atas Hadist ahad.
Selain dari pada itu beliau mempergunakan maslahat mursalah yang dasar ini telah dipakai oleh Umar dan sahabat-sahabat yang lain. Pada masa sekarang ini, mazhab Maliki berkembang di Maroko, Aljazair, Tunusia,  Lybia dan dipedalaman Mesir, Sudan, Bahrain dan Kuwait. Penganut mazhab ini kira-kira berjumlah 45 juta orang.

3.      Mazhab Syafi’i
a.      Asal – Usul Mazhab Syafi’i
Nama Mazhab Syafi’i diambil dari nama Imam yang menjadi tokoh utama yang pemikirannya banyak diikutioleh pengikut mazhab ini. Beliau adalah Imam Syafi’i, yang memiliki nama asli Muhammad bin Idrisbin Abbas bin Usman bin Syafi’i bin As-Sa’ib bin Ubaid Abdu Yaziz bin Hasyim bin Murhalib bin Abdu Manaf.[4] Imam Syafi’i lahir di Ghaza, Palestina, pada tahun 150 H. Ayah beliau wafat ketika beliau masih berada dalam kandungan, sehingga beliau dibesarkan dalam keadaan yatim dan fakir.Dari silsilah Ayahnya, Beliau merupakan anggota dari Suku Quraiys yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad SAW yang silsilah keduanya bertemu pada Abdul Manaf. Ibunya berasal dari Suku alAzdi di Yaman.
Setelah ayahnya wafat, Ibunya pindah ke Mekkah yang merupakan kota leluhurnya. Imam Syafi’i dikaruniai oleh Allah memiliki kecerdasan yang luar biasa. Diriwayatkan bahwa beliau ketika berumur kurang lebih 10 tahun telah hafal Alquran dan telah pula menguasai kitab Al Muwaththa’.Di Mekkah beliau banyak belajar hadits dari ulama- ulama hadits, seperti Muslim bin Khalid dan Sufyan bin Uyainahketika berusia 20tahun. Kemudian Beliau juga belajar pada Imam Maliki di Madinah selama 7 tahun.Imam Syafi’i sangat mengagumi Bahasa Alquran yang sangat indah. Oleh karena itu beliau pergi ke kabilah Hudzail untuk mempelajari dan mendalami Sastra Arab serta mengikuti saran hidup Muhammad SAW. Karena terlalu fakirannya,Imam Syafi’i sering memungut kertas yang telah dibuang kemudain digunakannya untuk menulis hadits.
Karena terdesak oleh kebutuhan hidup, Imam Syafi’i memutuskan untuk bekerja di Yaman. Namun sayangnya, di sana beliau justru mendapat musibah. Beliau dituduh terlibat gerakan Syi’ah yang mengharuskan beliau untuk menghadap Khalifah Harun Al Rasyid di Baghdad.Karena kecerdasan dan ketinggian ilmunya, atas bantuan Hasan Asy Syaibani, murid Abu Hanifah, Imam Syafi’i dapat terhindar dari tuduhan tersebut.  Beliau tidak dijatuhi hukuman bahkan kemudian berguru kepada Hasan Asy Syaibani.
Hasan Asy Syaibani pernah belajar kepada Imam Maliki selama 3 tahun. Dari Hasan Asy Syaibani, Imam Syafi’i mendapatkan pelajaran Fiqh Imam Abu Hanifah selama 2 tahun. Kemudian beliau kembali lagi ke Mekkah. Pada saat musim haji, banyak ulama – ulama dari berbagai belahan dunia berkunjung ke Mekkah.  Dari situlah Fih Imam Syafi’I mulai menyevbar di seluruh wilayah Islam. Setelah 7 tahu di Mekkah, Beliau kembali lagi ke Bahgdad pada tahun 195 H. Beliau memberikan pelajaran kepada murid – muridnya, diantara yang paling terkenal adalah Ahmad Ibn Hanbal yang sebelumnya pernah bertemu dengan Beliau di Mekkah. Setelah 2 tahun di Baghdad, beliau kembali lagi ke Madinah tetapi tidak lama kemudian pada tahun 198 H, beliau kembali lagi ke Baghdad kemudian ke Mesir pada tahun 199 H. Di Mesir, Imam Syafi’i menyampaikan fatwa – fatwanya yang disebut dengan Qaul Jadid. Sedangkan fatwanya saat di Baghdad disebut Qaul Qadim.Imam Syafi’I meniniggal pada tahun 204 H atau 822 M di Mesir.
Dari riwayat hidupnya, tampak bahwa Imam Syafi’i meruapakan ulama fiqih yang memadukan antara metode ijtihad Imam Maliki dengan Imam Abu Hanifah, sehingga beliau dapat menemukan metode ijtihadnya sendiri. Sebab bagi Imam Syafi’i ibadah itu harus membawa kepuasan  dan ketenangan dalam hati. Oleh sebab itu diperlukan kehati-hatian. Beliau sangat berhati-hati dalam berfatwa.  Sehingga konsep ikhtiyat (prinsip kehati-hatian) sangat mewarnai pemikiran Imam Syafi’i. 

b.      Dalil – Dalil yang Digunakan Mazhab Syafi’i
Untuk mengemukakan fatwanya, Imam Syafi’i mendasarkan pada :
1.      Perkataan Sahabat
Imam Ahmad Hambali menerima fatwa para sahabat yang tidak diperselisihkan oleh para sahabat atau ulama yang disebut sebagai ijma’ .beliau hanya menerima ijma’ dari shabat. Untuk mengambilnya pun beliau melakukan seleksi. 
2.      Hadits Mursal
Imam Ahmad Hambali tergolong ulama yang sangat berani dalam menjadikan hadits Mursal sebagai dasar untuk menetapkan hukum. Padahal hadits mursal tergolong hadits dhoif.  Ada yang meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah cenderung menggunakan hadits dhoif daripada qiyas. Dengan syarat dhoifnya hadits tersebut bukan karena adanya fakta bahwa salah satu rawinya fasiq atau kadzib.
3.      Al Qiyas
Setelah tidak ditemukan lagi jawaban atas persoalan – persoalan yang dihadapi menggunakan dalil yang tealh disebutkan sebelumnya, baru lah  Imam Ahmad Hambali menggunakan Qiyas sebagai pedoman. 
4.      Alquran
Alquran adalah pedoman paling utama dalam menentukan hukum islam. Tidak ada perbedaan antara Imam Ahmad Hambali dengan para Imam madzhab sebelumnya, beliau menetapkan Al quran sebagai sumber utama.
5.      As Sunah
Imam Ahmad Hambali sangat memperhatikan  hadits marfu’ dalam menetapkan hukum. Jika sudah menemukan hadits yang dimaksud, maka beliau tidak lagi menggunakan pendapat para sahabat yang bertentangan.
6.      Perkataan Sahabat
Imam Ahmad Hambali menerima fatwa para sahabat yang tidak diperselisihkan oleh para sahabat atau ulama yang disebut sebagai ijma’ .beliau hanya menerima ijma’ dari shabat. Untuk mengambilnya pun beliau melakukan seleksi. 
7.      Hadits Mursal
Imam Ahmad Hambali tergolong ulama yang sangat berani dalam menjadikan hadits Mursal sebagai dasar untuk menetapkan hukum. Padahal hadits mursal tergolong hadits dhoif.  Ada yang meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah cenderung menggunakan hadits dhoif daripada qiyas. Dengan syarat dhoifnya hadits tersebut bukan karena adanya fakta bahwa salah satu rawinya fasiq atau kadzib.
8.      Al Qiyas
Setelah tidak ditemukan lagi jawaban atas persoalan – persoalan yang dihadapi menggunakan dalil yang tealh disebutkan sebelumnya, baru lah  Imam Ahmad Hambali menggunakan Qiyas sebagai pedoman.

c.       Kitab Karangan Imam Syafi’i
Di Antara kitab – kitab yang beliau karang adalah :
1)      Ar Risalah
Kitab ini merupakan kitab Ushul fiqih yang pertama kali dikarang. Di dalamnya terletak pokok – pokok pikiran Imam Syafi’i dalam menetapkan hukum.
2)      Al Umm
Kitab ini berisi masalah – masalah fiqh yang dibahas berdasarkan pokok- pokok pikiran beliau yang terdapat pada kitab Ar Risalah

4.      Imam Hambali
a.      Asal – Usul Mazhab Hambali
Nama Mazhab Hambali diambil dari tokoh Imam yang pemikirannya banyak diikuti, yaituImam Ahmad bin Hambal. Beliau lahir di Baghdad, bulan Rabi’ul Awal tahun 164 H. Bapak dan Ibunya berasal dari kabilah Asya’bani bagian dari Kabilah di Arab.[5]  Imam Ahmad hambal sudah menjadi yatim sejak beliau masih kecil.
Sejak kecil sudah tampak minatnya pada agama, beliau menghafal Alquran, mendalami Bahasa Arab, belajar Hadits, Atsar sahabat dan tabi;in serta sejarah Nabi, dan para sahabat. Beliau belajar Fiqh dari Abu Yusuf, murid dari Abu Hanifah, dan dari Imam Syafi’i, tetapi perhatiannya pada hadits ternyata lebih besar. Beliau belajar Hadits di Baghdad, Basrah, Kufah, Mekkah, Madinah, dan Yaman. Beliau selalu menuliskan hadits dengan perowi – perowinya dan cara ini pun diharuskannya kepada murid – muridnya.[6]
Imam Hambali memiliki kepribadian yang sangat sabar dan ulet, memiliki keinginan yang kuat dan teguh dalam pendirian, juga ikhlas dalam perbuatannya. Beliau menentang pendapat Muktazilah, bahkan sampai pernah dijatuhi hukuman dan dipenjara oleh Khalifah al-Ma’mum yang merupakan penganut Muktazilah.  Keika kalifah Al Ma’mum wafat, beliau masih tetap berada di dalam penjara, yaitu di masa Mu’tashim Billah.  Sekeluarnya dari penjara, beliau mengalami sakit – sakitan dan akhirnya wafat pada tahun 241 H.
Imam Hambali dikenal sebagai Imam yang tidak percaya terhadap Ijma’. Setelah mendasarkan pada Alquran dan As sunnah, beliau memakai qaul para sahabat. Bahkan ucapannya yang sangat terkenal, yaitu ; “ Siapa yang menyatakan terdapat Ijma’, maka dia adalah pendusta”. Namun ijma’ yang dimaksud yang ditentang oleh beliau adlah ijma’ sesudah masa sahabat. Seperti yang telah dijelaskan di atas, beliau lebih banyak perhatiannya terhadap hadits, namun ini bukan berarti beliau tidak memakai fiqh dalam memutuskan fatwanya. Beliau memiliki ciri khas tersendiri dalam caranya berijtihad.
Tokoh yang mengembangkan Mazhab Hambali yang terkenal dan pengaruhnya masih terasa hingga saat ini adalah Ibnu Taimiyah.  Beliau lahir kurang lebih 450 tahun setelah Imam Hambali wafat. Murid dari Ibnu Taimiyah adalah Ibnu Qoyyim.

b.      Dalil – Dalil yang Digunakan Mazhab Hambali
1.      Alquran
Alquran adalah pedoman paling utama dalam menentukan hukum islam. Tidak ada perbedaan antara Imam Syafi’i dengan para Imam madzhab sebelumnya, beliau menetapkan Al quran sebagai sumber utama.
2.      As Sunah
Sebagaimana pendahulunya, Imam Syafi’I memposisikan as Sunnah sebagai dalil kedua setelah alquran. Hanya perbedaannya adalah dalam penggunaannya, Imam Syafi’I tidak mensyaratkan kriteria hadits sebagaimana Imam Abu Hanifah dan Imam Maliki. 
3.      Al Ijma’
Imam Syafi’i berpandangan bahwa kemungkinan ijma’ yang berarti persamaan faham atau kesepakatan seluruh ulama’ atas suatu persoalan pada atu masa merupakan hal yang sulit terjadi, karena jauhnya jarak dan sulitnya komunikasi di Antara para ulama tersebut. Namun demikian beliau tetap mengakui adanya ijma’ dan memeganginya sebagai dalil, dan yang kemungkinan terjadi adalah ijma’ sahabat dalam persoalan – persoalan tertentu. [7] (Pokja Akademik, 2005 : 115)
4.      Perkataan Sahabat
5.      Al Qiyas
6.      Al Istishab
Istishab adalah membiarkan berlangsungnya suatu hokum yang sudah ditetapkan pada masa lampau dan amsih diperlukan ketentuannya hingga ada dalil lain yang menggantikannya. [8]  (Pokja Akademik, 2005 : 116). Istishhab didasarkan pada asumsi bahwa hukum fiqh yang ada bisa diterapkan pada setiap waktu dan tetap sah sepanjang waktu selama tidak ada aturan lain yang datang kemudian.

c.       Kitab Karangan Imam Hambali
Imam Hambali tidak menulis kitab-kitabnya sendiri, meskipun beliau  memiliki catatan hadits sendiri. Kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal dalam hadits, disusun, dan dikumpulkan oleh putranya yang bernama Abdullah. Bahkan untuk masalah fiqih, Imam Ahmad tidak mencatatnya. Fiqih Imam Ahmad kemudian ditulis oleh murid – muridnya. Di Antara murid – muridnya adalah : Abdullah bin Ahmad, Abu Bakar al Asdom, Abdul Malik, Al Malmuny, Ibrahim bin Ishak, Al Hasbi, dll. Murid – muridnya ini menulis risalah – risalah dan melaksanakannya berdasarkan fiqih yang ditermia dari Imam Hambali. [9]  (Djazuli, 2012 : 133) 

D.      Macam-Macam Madzab Sunni yang sudah lenyap
1.      Madzab Auza’i
Nama pendiri Abdurrohman Bin Muhammad Al-Auza’I abad 88 H. Ulama yang menentang penggunakan Al-Qiyas secara berlebihan. Beliau senaniasa mengembalikan furu’ pada hadits nabi tanpa melakukan kajian Al-Qiyas. Beliau menghabiskan sebagian hidup di Beirut sampai wafat 157 H. Terus akan tetapi madzhab dikenal di Syiria,Yordania,Andalusia dan Spanyol .
2.      Madzhab Latsi
Pendiri Imam Laits bin Sa’ad yang lahir pada 94H. Dalil-dalil yang beliau gunakan dalam melakukan kajian hukum hamper sama dengan para Imam lainnya tetapi beliau tidak sependapat dengan Imam Malik dalam tradisi masyarakat Madinah sebagai dalil menetapkan suatu hukum.
3.      Madzhab Tsauri
Madzhab ini dikembangkan oleh ulama terkemuka di kufah yang bernama Imam Sufyan ats-Tsauri yang lahir pada tahun 97 H. Imam Tsauri adalah ulama yang hidup semasa dengan Imam Abu Hanifah, akan tetapi mereka mempunyai pandangan yang berbeda dalam penggunaan al-qiyas dan al-istihsan.
4.      Madzhab Dhahiri
Madzhab ini dipelopori oleh DAwud bin Ali al-Ashabahani yang lahir pada tahun 202 H. Beliau belajar fiqh dari murid-murid Imam asy-Syafi’i, oleh karenanya diriwayatkan pada mulanya beliau bermadzhab asy-Syafi’i namun beliau mengkritik madzhab Syafi’I tersebut karena menurutnya asy-syafi’i tidak konsisten dengan menggunakan al-qiyas dan al-istihsan adalah sama. Kemudian beliau menggunakan cara tersendiri dalam kajian hukumnya, yakni dengan menekankan pada pemahaman literalis yakni berpegang pada makna harfiyah atau dhahir nash al-quran maupun as-sunnah, oleh karenanya, madzhabnya disebut dengan madzhab dhahiri, hal ini berlainan dengan nama madzhab-madzhab lain yang dinisbatkan dari metode kajian hukumnya.

E.     Faktor Penyebab Eksis dan Lenyapnya Suatu Madzhab
1.      Faktor-faktor Penyebab Eksisnya Suatu Madzhab
a.       Adanya para murid dan pengikut yang turut menyebarkan pemikiran-pemikiran madzhab tersebut.
b.      Adanya karya-karya peninggalan madzhab yang masih bisa diakses dan dipelajari oleh generasi berikutnya
c.       Adanya pengaruh dan campur tangan penguasa dalam menentukan kebijakan dan aturan-aturan hukum suatu negeri
2.      Faktor-faktor Penyebab Lenyapnya Suatu Madzhab
a.       Adanya pengaruh dari kebijakan penguasa
b.      Tidak adanya karya-karya peninggalan madzhab yang memadai
c.       Faktor-faktor para murid dan para pengikut


BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Madzhab dalam islam muncul karena adanya perbedaan pemahaman pemikiran, perbedaan politik, meluasnya wilayah islam, dan perbedaan budaya.
2.      Mazhab Sunni adalah adalah nama bagi kelompok muslim pendukung sunnah menurut terminologi syara’ ahli hadis, ahli kalam dan ahli politik.
3.      Mazhab Sunni dibagi menjadin dua, yaitu mazhab yang masih bertahan (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali) dan mazhab yang sudah lenyap ( Auza’i, Latsi, Tsauri, dan Dlahiri).
4.       Beberapa hal yang menyebabkan suatu mazhab tetap ada, antara lain : adanya para murid   dan pengikut yang turut menyebarkan pemikiran-pemikiran madzhab tersebut, Adanya karya-karya peninggalan madzhab yang masih bisa diakses dan dipelajari oleh generasi berikutnya, Adanya pengaruh dan campur tangan penguasa dalam menentukan kebijakan dan aturan-aturan hukum suatu negeri. Sedangakan beberapa hal yang menyebabkan suatu mazhab lenyap antara lain : Adanya para murid Faktor-faktor Penyebab Lenyapnya Suatu Madzhab, Adanya pengaruh dari kebijakan penguasa, Tidak adanya karya-karya peninggalan madzhab yang memadai, Faktor-faktor para murid dan para pengikut.  

 

[1] Muhammad Yusuf. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh. Halaman 99
[2] Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam, halaman 124
[3] Nourouzzaman Shiddiqi. 1994. Sunni dalam Perspektif Sejarah, halaman 1
[4] Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam, halaman 129
[5] Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam, halaman 132
[6] Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam, halaman 132
[7] Yusuf, Muhammad, dkk. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh, halaman 115
[8] Yusuf, Muhammad, dkk. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh, halaman 116
[9] Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penetapan Hukum Islam, halaman 133


DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddiedy, Hasbi. 1974. Pengantar Ilmu Fiqih. Jakarta: Bulan Bintang
Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh : Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Hanafi, A.1984. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Shiddiqi, Nourouzzaman. 1994. Sunni dalam Perspektif Sejarah. Jurnal Al Jamiah no.57
Yusuf, Muhammad, dkk. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan kalijaga

0 komentar:

Posting Komentar