BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Semua
makhluk di dunia ini dilahirkan dengan keadaan yang berbeda-beda, mulai dari
bentuk, karakteristik, letak geografis dan lain-lain. Bahkan manusia pun
dilahirkan berbeda-beda, tidak mungkin semuanya sama, terutama dalam pola fikir
dan kemampuan intelektual mereka pun juga berbeda. Sehingga ketika hukum berbicara,
banyak sekali perbedaan pendapat yang muncul, ada yang menyetujui dan ada pula
yang menentang secara radikal.
Fiqh
merupakan hasil ijtihad manusia, yang bersifat relatif, dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Diantaranya adalah faktor mujtahidnya atau siapa yang
berijtihad, faktor situasi dan kondisi yakni dalam situasi dan kondisi
bagaimanakah waktu mujtahid tersebut beristimbat, bagaimana situasi
pemerintahan pada waktu itu, dan sebagainya.
Perbedaan hukum Islam bisa dilihat
terutama setelah meluasnya agama Islam ke berbagai belahan dunia, hal tersebut
juga dibarengi dengan banyaknya peristiwa-peristiwa baru yang muncul dalam
kehidupan manusia. Keadaan ini menyebabkan para alim ulama yang dijadikan
tempat bertanya tentang hukum Islamberusaha mencari dan menemukan hukum
peristiwa tersebut melalui ijtihad.
B.
Rumusan
Masalah
1. Mengapa
muncul madzhab dalam islam?
2. Apa
yang dimaksud dengan madzhab sunni?
3. Apa
saja macam-macam madzhab sunni?
4. Apa
yang menyebabkan beberapa mazhab tetap bertahan sampai sekarang ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
alasan munculnya madzhab islam
2. Mempelajari
pengertian madzhab sunni
3. Mempelajari
macam-macam madzhab sunni
4. Mengetahui
alasan beberapa mazhab tetap bertahan sampai sekarang
BAB II
METODE PENULISAN
Bismillahirrahmanirrahiim.
Pembuatan
makalah yang berjudul “Macam – Macam Mazhab Sunni” kami rencanakan untuk
memulai pembuatannya yang akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 27 Maret
2015 di Perpustakaan Pusat UIN Sunan Kalijaga Lantai 3. Hari tersebut kami
pilih karena hari itu adalah waktu dimana semua anggota kelompok bisa
berkumpul.
Pada
waktu yang telah disepakati, kami seluruh anggota kelompok berkumpul di
Perpustakaan Pusat UIN Sunan Kalijaga Lantai 3 di sebuah meja dekat rak 2X4,
yang berisi tentang buku – buku fikih. Pada saat itu yang pertama kali datang
adalah Maulina Lutfiyah pada pukul 09.35 WIB. Kemudian disusul oleh Lailis
Sa’adah yang datang pada pukul 09.43 WIB. Setelah menunggu selama kurang lebih
15 menit, barulah datang Mahendra Risky Habibi bersama Wahid Fahry Ramadhan. Sedangkan
Harjuna terlambat 1 jam disebabkan ada kuliah, karena dia adalah satu – satunya
mahasiswa angakatan 2014.
Pada
pertemuan pertama, kami membahas tentang rumusan masalah yang akan kami jadikan
acuan dalam pembuatan makalah. Timbul banyak pertanyaan dari anggota kelompok
kami, sebab kami sendiri belum begitu memahami tentang mazhab Sunni. Pertanyaan
pertama muncul dari Saudari Maulina yang tiba – tiba bertanya, “apa itu Mazhab
Sunni ?”. Kemudian Saudari Lailis berkata, “ Kamu tahu empat Imam mazhab yang
terkenal sampai saat ini? Nah itu adalah contohnya.” Kemudian Fahri bertanya, “
Empat Imam Mazhab itu siapa saja sih ?
Emang Cuma itu aja po ?”. Risky
menjawab, “ Maliki, Hambali, Syafi’i, Hanafi”. Kemudian kami sibuk membaca buku
masing – masing. Setelah hening beberapa saat, tiba – tiba Maulina berkata, “eh, di Buku Pokja Akademik menyebutkan
bahwa ada Mazhab Sunni yang sudah lenyap. Ada Auza’I, Latsi, Dlahiri, dan
Tsauri. Ngomong – ngomong, kenapa kok
bisa timbul Mazhab?”. Fahri menjawab, “ Kan itu kemarin sudah dijelaskan oleh
kelompok 3”. Setelah itu Lailis bertanya, “ Kalian tau perkembangan Mazhab
Syafi’i sama Hanbali ngga ?” Risky
menjawab, “ Ini lho, di buku karangan A. Djazuli ada, coba kamu baca saja”.
Di
tengah asyiknya berdiskusi, tiba – tiba Harjuna datang dengan wajah yang tidak
berdosa dan langsung duduk di sebelah Risky sambil mengucapkan salam. Tiba –
tiba Risky melontarkan pertanyaan pada Harjuna, “ Hei coba Kamu jelasin
bagaimana perkembangan mazhab Maliki dan Hanafi?”. Dengan wajah yang polos
disertai senyum yang lebar Harjuna menjawab, “ Hehehe.. Aku ngga tahu Kak, kan Aku baru datang”. Langsunglah Fahry tertawa dan menyodorkan
sebuah buku karangan Prof TM. Hasbi Ash Shiddieqy sambil berkata pada Risky, “
Di sini ada, coba Kamu baca. Di buku yang kamu kasih ke Lailis juga ada”. Risky
berkata, “oh, iya po? Aku baru sekilas bacanya”.
Setelah
itu kami membaca buku yang pegang masing – masing. Sebelum diskusi berakhir,
Harjuna memberikan sebuah pertanyaan. “ Kak, apa sih yang menyebabkan beberapa mazhab ada yang eksis dan ada yang
lenyap ? “. Maulina menjawab, “kemarin sudah dijelaskan sekilas oleh Bapak
Yayan. Coba kamu baca ulang buku pokja akademik”. Diskusi sesi pertama selesai
pada pukul 11.35 WIB. Karena perpustakaan akan ditutup yang disebabkan tiba
waktu sholat Jumat.
Diskusi
sesi kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 1 April 2015 di Ruang Diskusi
Laboratorium Termodinamika. Diskusi dimulai pada pukul 09.00 WIB setelah
melaksakan ujian tasawuf. Diskusi kali ini kami mulai menyusun isi makalah
sesuai pembagian topic yang telah disepakati pada pertemuan pertama. Diskusi
kali ini diikuti oleh Lailis, Maulina, Risky, dan Fahry serta ditemani beberapa
orang teman fisika 2013. Harjuna berhalangan hadir disebabkan masih mengikuti
ujian. Tetapi dia sudah mengumpulkan materi bagiannya ke kelompok Kami. Diskusi
berakhir sekitar pukul 14.38 WIB dengan hasil soft file makalah sejauh 90%.
Diskusi
terakhir dilaksanakan pada Hari Senin, 6 April 2015 untuk fiksasi makalah dan
power point untuk dipresentasikan besok paginya. Diskusi dimulai ba’da maghrib
dan berakhir pada pukul 20.11 WIB yang diikuti oleh Risky, Maulina dan Lailis. Alhamdulillahirabbil’alamin makalah
telah selesai dan untuk pembahasannya saja sudah diunggah di grup facebook fisika pada pukul 19.03 WIB.
Demikian
metode pembuatan makalah yang telah kelompok Kami lakukan. Semoga bermanfaat.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Sebab-Sebab
Berdirinya Mazhab Islam
Perbedaan-perbedaan
dalam hukum islam terlihat setelah meluasnya islam ke berbagai belahan dunia,
hal tersebut juga dibarengi dengan banyaknya peristiwa-peristiwa baru yang
muncul dalam kehidupan manusia. Keadaan demikian ini menyebabkan para alim
ulama’ yang dijadikan tempat bertanya tentang hukum islam berusaha mencari dan
menemukan hukum peristiwa tersebut melalui ijtihad. Selain hal diatas, adalah
tersebarnya para alim ulama ke berbagai daerah dan negeri. Keadaan lingkungan
dan cara berfikir masing-masing daerah dan negeri tentunya berbeda. Hal ini
mempengaruhi pola penetapan hukum, karena masing-masing ulama dalam berijtihad
guna menetapkan hukum menempuh jalan masing-masing yang dianggap benar dengan
pertimbangan dan pengaruh budaya mesing-masing.
Perbedaan
cara pandang dan metode penetapan hukum tersebut, akhirnya melahirkan
aliran-aliran tertentu yang kemudian dikenal dengan aliran ahlul hadis dan
ahlur ra’yi (tradisionalisme dan rasionalisme). Berkembangnya kedua aliran
ijtihad tersebut pada akhirnya melahirkan madzhab-madzhab dalam fiqh yang
memiliki corak metodologi dan produk hukum islam (fiqh) tersendiri, serta
masing-masing juga telah memiliki pengikut dari berbagai lapisan masyarakat. [1]
Sebenarnya,
para imam mujtahid sendiri tidaklah menganjurkan untuk mengikuti mereka, yang
dianjurkan oleh para imam madzhab adalah kembali kepada dalil-dalil dalam
berijtihad, meskipun dengan cara itu ada kemungkinan hukum ynag dihasilkan
bebeda dengan pendapat mereka. Artinya, para imam mujtahid mendorong untuk
berijtihad. [2]
B.
Pengertian
Sunni
Sunni berasal dari kata “sunnah”
yang secara harfiah artinya adalah tradisi, adat kebiasaan yang telah melembaga
dalam masyarakat. Sunnah dalam pengertian syara’ ialah tradisi yang dikerjakan
oleh Rasulullah Saw dan diteruskan oleh para salaf yang shaleh. Sunnah dalam
batasan yang sempit memiliki makna perbuatan (fiil), ucapan (qaul), dan persetujuan
diam (taqrir) Nabi. Dalam batasan yang sedikit luas, dimasukkan juga perbuatan,
fatwa, dan tradisi yang diintroduksikan oleh para shahabi (atsar shahabi). Sunnah
menurut ahli kalam ialah keyakinan (i’tiqad) yang didasarkan pada dalil naqli
bukan semata bersandar pada pemahaman akal (rasio). Dalam pengertian ahli
politik, sunnah ialah jejak yang ditinggalkanoleh Rasulullah saw dan para khulafaur rasyidin.
Jadi, yang dimaksud dengan sunni adalah
nama bagi kelompok muslim pendukung sunnah menurut terminology syara’ ahli
hadis, ahli kalam dan ahli politik. Satu prinsip dasar yang dipegang sunni
ialah dalam memahami agama mereka mengambil jalan tengah (wasathan). Mereka
berpegang pada asas keseimbangan yang mengacu pada Al Qur’an dan as-Sunnah dan
berusaha mencari perdamaian antara akal dan naqal, menyeimbangkan antara dunia
dan akhirat, mendamaikan antara fiqh dan tasawuf. [3]
C.
Macam-macam
Mazhab Sunni yang Bertahan
1. Mazhab
Hanafi
Kufah
merupakan tempat kediaman kebanyakan fuqaha’ islam. Umar bin Khatab mengutus
Abdullah ibn Mas’ud kesana sebagai guru dan hakim pada tahun 23 H. Setelah itu timbul Hammad ibn Abi Sulaiman, yaitu
murid dari murid-murid Abdullah ibn Mas’ud.
Hammad
ibn Abi Suliman menyatukan fiqh An-Nakha’i dengan fiqh Asy-Sya’bi dan
memberikan yang sudah disatukan itu kepada murid-muridnya, antaranya kepada Abu
Hanifah An-Nu’man. Murid-murid nya yang terkenal adalah Abu Yusuf, Muhammad,
Zufar dan Hasan ibn Ziyad. Mereka bersamaa-sama Abu Hanifah membentuk mazhab
Hanafi, pada permulaan abad kedua Hijrah, diakhir pemerintahn Amamiyah.
Abu
Hanifah mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menggunakan mantiq dan menetapkan hukum syara’dengan qiyas dan
ihtisan. Beliau terkenal dengan ulama yang sangat berhati hati dalam menerima
hadist. Hadist-hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hanafi banyak terkumpul pada
kitab Jami’ul Masanied yagn dikumpulkan oleh Abu Mufid Muhammad ibn Yusuf
Al-Khawarizmi. Pada masa itu terjadi perbedaan pendapat.
a.
Dasar-Dasar
Madzhab Abu Hanifah
Abu
Hanifah adalah seorang imam yang terkemuka dalam bidang qiyas dan istihsan
apabila beliau tidak memperoleh nash dalam Kitabullah, Sunnatur Rasul atau
Ijma’. Abu Hanifah menggunakan lima dasar dalam menentukan hukumfiqh dalam
madzhabnya, ialah:
1.
Al-Kitab
2.
As-Sunnah
3.
Al-Ijma’
4.
Al-Qiyas
5.
Al-Istihsan
Pada
masa sekarang ini madzhab Hanafi adalah madzhab resmi negara Mesir, Turki,
Syria dan Libanon. Dan madzhab inilah
yang dianut oleh sebagian besar penduduk Afghanistan, Pakistan, Turkistan,
muslim India dan Tiongkok. Lebih sepertiga umat Islam didunia ini yang menganut
mazhab Hanafi.
2. Mazhab
Maliki
Negeri
Hejaz adalah tempat wahyu dan tempat berkembangnya Sunnah. Dinegeri inilah
didirikan madrasah yang mempunyai corak sendiri, yaitu Madasah Ali Hijaz atau
Madrasah Alil Madinah. Madrasah ini pada mulanya dibangun oleh Umar ibn Khatab,
Abdullah ibn Umar, Zaid ibn Abbas dan Aisyah. Kemudian madrasah ini dipimpin
oleh Fuqaha’ tujuh yaitu:
1. Sa’id
ibn Musaiyab
2. Abu
Bakar ibn Abdur-Rahman
3. Urwah
ibn Zubair
4. Sulaiman
ibn Jassar
5. Al
Qasim ibn Muhammad
6. Kharijah
ibn Zaid dan
7. Ubaidullah
ibn Abdillah
Kota
Madinah adalah Darul Hijrah, tempat Nabi s.a.w berdiam diam sesudah hijrah dari
Makkah. Kota inilah yang menajdi pusat ahli hadist dan disnilah lahir Malik ibn
Anas Al Ashbahi. Beliau dilahirkan dalam tahun 95 H. Beliau tidak pernah
melawat kemana-mana selain pergi berhaji. Beliau wafat pada tahun 179 H. Dimasa
Harun Al Rayid.
Beliau
terkenal sebagai pemuka fiqh didaerah Hejaz, menjadi guru Asy Syafi’i.Malik
mempelajari fiqh dari Rabi’ah ibn Rahman dan mempelajari hadist dari Nafi’, Az
Zuhri, Abie Zinad, Yahya ibn Sa’id Al Anshari. Beliau menyususn sebuah kitab
Hadist yang dinamai Al-Muwaththa’. Disusun secara kitab Fiqh. Isi kitabnya
disepakati olehh para ulama.
Khalifah
Al Manshur pernah bermaksud menjadikan Al-Muwaththa’sebagai buku peganggan yang
harus dianut isinya. Tetapi Malik menolaknya.
a.
Dasar-Dasar
Madzhab Maliki
Al-Qadli’Iyadl
dalam kitab Al Madarik berkata : “Malik mendahulukan Kitabullah menurut tertib tiap samarnya. Ya’ni beliau
mendahulukan nash, kemudian yang dhahir, kemudian yang mafhum. Sesudah
itubeliau berpegang kepada As Sunnah. Dalam hal ini beliau mendahulukan yang
mutawatir atas yang masyhur, yang mashur atas ahad, sebagaimana beliau
mendahhulukan yang nash atas yang dhahir dan yang dhahir atas mafhum.
Sesudah
itu beliau berpegang kepada ijma’, baru kemudian beliau berpegang kepada qiyas.
Dalam pada itu Malik tidakmemberi kepada qiyas kedudukan yang diberikan oleh
Abu Hanafiah. Dan terkadang-kadang beliau mendahulukan amalan ulama-ulama
Madinah atas Hadist ahad.
Selain
dari pada itu beliau mempergunakan maslahat mursalah yang dasar ini telah
dipakai oleh Umar dan sahabat-sahabat yang lain. Pada masa sekarang ini, mazhab
Maliki berkembang di Maroko, Aljazair, Tunusia,
Lybia dan dipedalaman Mesir, Sudan, Bahrain dan Kuwait. Penganut mazhab
ini kira-kira berjumlah 45 juta orang.
3. Mazhab
Syafi’i
a.
Asal
– Usul Mazhab Syafi’i
Nama
Mazhab Syafi’i diambil dari nama Imam yang menjadi tokoh utama yang
pemikirannya banyak diikutioleh pengikut mazhab ini. Beliau adalah Imam
Syafi’i, yang memiliki nama asli Muhammad bin Idrisbin Abbas bin Usman bin
Syafi’i bin As-Sa’ib bin Ubaid Abdu Yaziz bin Hasyim bin Murhalib bin Abdu
Manaf.[4] Imam Syafi’i
lahir di Ghaza, Palestina, pada tahun 150 H. Ayah beliau wafat ketika beliau
masih berada dalam kandungan, sehingga beliau dibesarkan dalam keadaan yatim
dan fakir.Dari silsilah Ayahnya, Beliau merupakan anggota dari Suku Quraiys
yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad SAW yang silsilah
keduanya bertemu pada Abdul Manaf. Ibunya berasal dari Suku alAzdi di Yaman.
Setelah
ayahnya wafat, Ibunya pindah ke Mekkah yang merupakan kota leluhurnya. Imam
Syafi’i dikaruniai oleh Allah memiliki kecerdasan yang luar biasa. Diriwayatkan
bahwa beliau ketika berumur kurang lebih 10 tahun telah hafal Alquran dan telah
pula menguasai kitab Al Muwaththa’.Di Mekkah beliau banyak belajar hadits dari
ulama- ulama hadits, seperti Muslim bin Khalid dan Sufyan bin Uyainahketika
berusia 20tahun. Kemudian Beliau juga belajar pada Imam Maliki di Madinah
selama 7 tahun.Imam Syafi’i sangat mengagumi Bahasa Alquran yang sangat indah.
Oleh karena itu beliau pergi ke kabilah Hudzail untuk mempelajari dan mendalami
Sastra Arab serta mengikuti saran hidup Muhammad SAW. Karena terlalu
fakirannya,Imam Syafi’i sering memungut kertas yang telah dibuang kemudain
digunakannya untuk menulis hadits.
Karena
terdesak oleh kebutuhan hidup, Imam Syafi’i memutuskan untuk bekerja di Yaman.
Namun sayangnya, di sana beliau justru mendapat musibah. Beliau dituduh
terlibat gerakan Syi’ah yang mengharuskan beliau untuk menghadap Khalifah Harun
Al Rasyid di Baghdad.Karena kecerdasan dan ketinggian ilmunya, atas bantuan
Hasan Asy Syaibani, murid Abu Hanifah, Imam Syafi’i dapat terhindar dari
tuduhan tersebut. Beliau tidak dijatuhi
hukuman bahkan kemudian berguru kepada Hasan Asy Syaibani.
Hasan
Asy Syaibani pernah belajar kepada Imam Maliki selama 3 tahun. Dari Hasan Asy
Syaibani, Imam Syafi’i mendapatkan pelajaran Fiqh Imam Abu Hanifah selama 2
tahun. Kemudian beliau kembali lagi ke Mekkah. Pada saat musim haji, banyak
ulama – ulama dari berbagai belahan dunia berkunjung ke Mekkah. Dari situlah Fih Imam Syafi’I mulai menyevbar
di seluruh wilayah Islam. Setelah 7 tahu di Mekkah, Beliau kembali lagi ke
Bahgdad pada tahun 195 H. Beliau memberikan pelajaran kepada murid – muridnya,
diantara yang paling terkenal adalah Ahmad Ibn Hanbal yang sebelumnya pernah
bertemu dengan Beliau di Mekkah. Setelah 2 tahun di Baghdad, beliau kembali
lagi ke Madinah tetapi tidak lama kemudian pada tahun 198 H, beliau kembali
lagi ke Baghdad kemudian ke Mesir pada tahun 199 H. Di Mesir, Imam Syafi’i
menyampaikan fatwa – fatwanya yang disebut dengan Qaul Jadid. Sedangkan
fatwanya saat di Baghdad disebut Qaul Qadim.Imam Syafi’I meniniggal pada
tahun 204 H atau 822 M di Mesir.
Dari
riwayat hidupnya, tampak bahwa Imam Syafi’i meruapakan ulama fiqih yang
memadukan antara metode ijtihad Imam Maliki dengan Imam Abu Hanifah, sehingga
beliau dapat menemukan metode ijtihadnya sendiri. Sebab bagi Imam Syafi’i
ibadah itu harus membawa kepuasan dan
ketenangan dalam hati. Oleh sebab itu diperlukan kehati-hatian. Beliau sangat
berhati-hati dalam berfatwa. Sehingga
konsep ikhtiyat (prinsip kehati-hatian) sangat mewarnai pemikiran Imam
Syafi’i.
b.
Dalil
– Dalil yang Digunakan Mazhab Syafi’i
Untuk
mengemukakan fatwanya, Imam Syafi’i mendasarkan pada :
1. Perkataan
Sahabat
Imam
Ahmad Hambali menerima fatwa para sahabat yang tidak diperselisihkan oleh para
sahabat atau ulama yang disebut sebagai ijma’ .beliau hanya menerima ijma’ dari
shabat. Untuk mengambilnya pun beliau melakukan seleksi.
2. Hadits
Mursal
Imam
Ahmad Hambali tergolong ulama yang sangat berani dalam menjadikan hadits Mursal
sebagai dasar untuk menetapkan hukum. Padahal hadits mursal tergolong hadits
dhoif. Ada yang meriwayatkan bahwa Imam
Abu Hanifah cenderung menggunakan hadits dhoif daripada qiyas. Dengan syarat
dhoifnya hadits tersebut bukan karena adanya fakta bahwa salah satu rawinya
fasiq atau kadzib.
3. Al
Qiyas
Setelah
tidak ditemukan lagi jawaban atas persoalan – persoalan yang dihadapi
menggunakan dalil yang tealh disebutkan sebelumnya, baru lah Imam Ahmad Hambali menggunakan Qiyas sebagai
pedoman.
4. Alquran
Alquran
adalah pedoman paling utama dalam menentukan hukum islam. Tidak ada perbedaan
antara Imam Ahmad Hambali dengan para Imam madzhab sebelumnya, beliau
menetapkan Al quran sebagai sumber utama.
5. As
Sunah
Imam
Ahmad Hambali sangat memperhatikan
hadits marfu’ dalam menetapkan hukum. Jika sudah menemukan hadits yang
dimaksud, maka beliau tidak lagi menggunakan pendapat para sahabat yang
bertentangan.
6. Perkataan
Sahabat
Imam
Ahmad Hambali menerima fatwa para sahabat yang tidak diperselisihkan oleh para
sahabat atau ulama yang disebut sebagai ijma’ .beliau hanya menerima ijma’ dari
shabat. Untuk mengambilnya pun beliau melakukan seleksi.
7. Hadits
Mursal
Imam
Ahmad Hambali tergolong ulama yang sangat berani dalam menjadikan hadits Mursal
sebagai dasar untuk menetapkan hukum. Padahal hadits mursal tergolong hadits
dhoif. Ada yang meriwayatkan bahwa Imam
Abu Hanifah cenderung menggunakan hadits dhoif daripada qiyas. Dengan syarat
dhoifnya hadits tersebut bukan karena adanya fakta bahwa salah satu rawinya
fasiq atau kadzib.
8. Al
Qiyas
Setelah
tidak ditemukan lagi jawaban atas persoalan – persoalan yang dihadapi
menggunakan dalil yang tealh disebutkan sebelumnya, baru lah Imam Ahmad Hambali menggunakan Qiyas sebagai
pedoman.
c. Kitab
Karangan Imam Syafi’i
Di
Antara kitab – kitab yang beliau karang adalah :
1) Ar
Risalah
Kitab
ini merupakan kitab Ushul fiqih yang pertama kali dikarang. Di dalamnya
terletak pokok – pokok pikiran Imam Syafi’i dalam menetapkan hukum.
2) Al
Umm
Kitab
ini berisi masalah – masalah fiqh yang dibahas berdasarkan pokok- pokok pikiran
beliau yang terdapat pada kitab Ar Risalah
4. Imam
Hambali
a.
Asal
– Usul Mazhab Hambali
Nama
Mazhab Hambali diambil dari tokoh Imam yang pemikirannya banyak diikuti,
yaituImam Ahmad bin Hambal. Beliau lahir di Baghdad, bulan Rabi’ul Awal tahun
164 H. Bapak dan Ibunya berasal dari kabilah Asya’bani bagian dari Kabilah di
Arab.[5] Imam Ahmad hambal sudah menjadi yatim sejak
beliau masih kecil.
Sejak
kecil sudah tampak minatnya pada agama, beliau menghafal Alquran, mendalami
Bahasa Arab, belajar Hadits, Atsar sahabat dan tabi;in serta sejarah Nabi, dan
para sahabat. Beliau belajar Fiqh dari Abu Yusuf, murid dari Abu Hanifah, dan
dari Imam Syafi’i, tetapi perhatiannya pada hadits ternyata lebih besar. Beliau
belajar Hadits di Baghdad, Basrah, Kufah, Mekkah, Madinah, dan Yaman. Beliau
selalu menuliskan hadits dengan perowi – perowinya dan cara ini pun
diharuskannya kepada murid – muridnya.[6]
Imam
Hambali memiliki kepribadian yang sangat sabar dan ulet, memiliki keinginan
yang kuat dan teguh dalam pendirian, juga ikhlas dalam perbuatannya. Beliau
menentang pendapat Muktazilah, bahkan sampai pernah dijatuhi hukuman dan
dipenjara oleh Khalifah al-Ma’mum yang merupakan penganut Muktazilah. Keika kalifah Al Ma’mum wafat, beliau masih
tetap berada di dalam penjara, yaitu di masa Mu’tashim Billah. Sekeluarnya dari penjara, beliau mengalami
sakit – sakitan dan akhirnya wafat pada tahun 241 H.
Imam
Hambali dikenal sebagai Imam yang tidak percaya terhadap Ijma’. Setelah
mendasarkan pada Alquran dan As sunnah, beliau memakai qaul para sahabat.
Bahkan ucapannya yang sangat terkenal, yaitu ; “ Siapa yang menyatakan terdapat
Ijma’, maka dia adalah pendusta”. Namun ijma’ yang dimaksud yang ditentang oleh
beliau adlah ijma’ sesudah masa sahabat. Seperti yang telah dijelaskan di atas,
beliau lebih banyak perhatiannya terhadap hadits, namun ini bukan berarti
beliau tidak memakai fiqh dalam memutuskan fatwanya. Beliau memiliki ciri khas
tersendiri dalam caranya berijtihad.
Tokoh
yang mengembangkan Mazhab Hambali yang terkenal dan pengaruhnya masih terasa
hingga saat ini adalah Ibnu Taimiyah.
Beliau lahir kurang lebih 450 tahun setelah Imam Hambali wafat. Murid
dari Ibnu Taimiyah adalah Ibnu Qoyyim.
b.
Dalil
– Dalil yang Digunakan Mazhab Hambali
1. Alquran
Alquran
adalah pedoman paling utama dalam menentukan hukum islam. Tidak ada perbedaan
antara Imam Syafi’i dengan para Imam madzhab sebelumnya, beliau menetapkan Al
quran sebagai sumber utama.
2. As
Sunah
Sebagaimana
pendahulunya, Imam Syafi’I memposisikan as Sunnah sebagai dalil kedua setelah
alquran. Hanya perbedaannya adalah dalam penggunaannya, Imam Syafi’I tidak
mensyaratkan kriteria hadits sebagaimana Imam Abu Hanifah dan Imam Maliki.
3. Al
Ijma’
Imam
Syafi’i berpandangan bahwa kemungkinan ijma’ yang berarti persamaan faham atau
kesepakatan seluruh ulama’ atas suatu persoalan pada atu masa merupakan hal
yang sulit terjadi, karena jauhnya jarak dan sulitnya komunikasi di Antara para
ulama tersebut. Namun demikian beliau tetap mengakui adanya ijma’ dan
memeganginya sebagai dalil, dan yang kemungkinan terjadi adalah ijma’ sahabat
dalam persoalan – persoalan tertentu. [7]
(Pokja Akademik, 2005 : 115)
4. Perkataan
Sahabat
5. Al
Qiyas
6. Al
Istishab
Istishab
adalah membiarkan berlangsungnya suatu hokum yang sudah ditetapkan pada masa
lampau dan amsih diperlukan ketentuannya hingga ada dalil lain yang
menggantikannya. [8]
(Pokja Akademik, 2005 :
116). Istishhab didasarkan pada asumsi bahwa hukum fiqh yang ada bisa
diterapkan pada setiap waktu dan tetap sah sepanjang waktu selama tidak ada
aturan lain yang datang kemudian.
c. Kitab
Karangan Imam Hambali
Imam
Hambali tidak menulis kitab-kitabnya sendiri, meskipun beliau memiliki catatan hadits sendiri. Kitab Musnad
Ahmad Ibn Hanbal dalam hadits, disusun, dan dikumpulkan oleh putranya yang
bernama Abdullah. Bahkan untuk masalah fiqih, Imam Ahmad tidak mencatatnya.
Fiqih Imam Ahmad kemudian ditulis oleh murid – muridnya. Di Antara murid –
muridnya adalah : Abdullah bin Ahmad, Abu Bakar al Asdom, Abdul Malik, Al
Malmuny, Ibrahim bin Ishak, Al Hasbi, dll. Murid – muridnya ini menulis risalah
– risalah dan melaksanakannya berdasarkan fiqih yang ditermia dari Imam
Hambali. [9]
(Djazuli, 2012 :
133)
D.
Macam-Macam
Madzab Sunni yang sudah lenyap
1. Madzab
Auza’i
Nama pendiri
Abdurrohman Bin Muhammad Al-Auza’I abad 88 H. Ulama yang menentang penggunakan
Al-Qiyas secara berlebihan. Beliau senaniasa mengembalikan furu’ pada hadits
nabi tanpa melakukan kajian Al-Qiyas. Beliau menghabiskan sebagian hidup di
Beirut sampai wafat 157 H. Terus akan tetapi madzhab dikenal di
Syiria,Yordania,Andalusia dan Spanyol .
2. Madzhab
Latsi
Pendiri Imam Laits bin
Sa’ad yang lahir pada 94H. Dalil-dalil yang beliau gunakan dalam melakukan
kajian hukum hamper sama dengan para Imam lainnya tetapi beliau tidak
sependapat dengan Imam Malik dalam tradisi masyarakat Madinah sebagai dalil
menetapkan suatu hukum.
3. Madzhab
Tsauri
Madzhab ini
dikembangkan oleh ulama terkemuka di kufah yang bernama Imam Sufyan ats-Tsauri
yang lahir pada tahun 97 H. Imam Tsauri adalah ulama yang hidup semasa dengan
Imam Abu Hanifah, akan tetapi mereka mempunyai pandangan yang berbeda dalam
penggunaan al-qiyas dan al-istihsan.
4. Madzhab
Dhahiri
Madzhab ini dipelopori
oleh DAwud bin Ali al-Ashabahani yang lahir pada tahun 202 H. Beliau belajar
fiqh dari murid-murid Imam asy-Syafi’i, oleh karenanya diriwayatkan pada
mulanya beliau bermadzhab asy-Syafi’i namun beliau mengkritik madzhab Syafi’I
tersebut karena menurutnya asy-syafi’i tidak konsisten dengan menggunakan
al-qiyas dan al-istihsan adalah sama. Kemudian beliau menggunakan cara
tersendiri dalam kajian hukumnya, yakni dengan menekankan pada pemahaman
literalis yakni berpegang pada makna harfiyah atau dhahir nash al-quran maupun
as-sunnah, oleh karenanya, madzhabnya disebut dengan madzhab dhahiri, hal ini
berlainan dengan nama madzhab-madzhab lain yang dinisbatkan dari metode kajian
hukumnya.
E.
Faktor
Penyebab Eksis dan Lenyapnya Suatu Madzhab
1. Faktor-faktor
Penyebab Eksisnya Suatu Madzhab
a. Adanya
para murid dan pengikut yang turut menyebarkan pemikiran-pemikiran madzhab
tersebut.
b. Adanya
karya-karya peninggalan madzhab yang masih bisa diakses dan dipelajari oleh
generasi berikutnya
c. Adanya
pengaruh dan campur tangan penguasa dalam menentukan kebijakan dan
aturan-aturan hukum suatu negeri
2. Faktor-faktor
Penyebab Lenyapnya Suatu Madzhab
a. Adanya
pengaruh dari kebijakan penguasa
b. Tidak
adanya karya-karya peninggalan madzhab yang memadai
c. Faktor-faktor
para murid dan para pengikut
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Madzhab
dalam islam muncul karena adanya perbedaan pemahaman pemikiran, perbedaan
politik, meluasnya wilayah islam, dan perbedaan budaya.
2. Mazhab
Sunni adalah adalah nama bagi kelompok muslim pendukung sunnah menurut
terminologi syara’ ahli hadis, ahli kalam dan ahli politik.
3. Mazhab
Sunni dibagi menjadin dua, yaitu mazhab yang masih bertahan (Hanafi, Maliki,
Syafi’i, Hanbali) dan mazhab yang sudah lenyap ( Auza’i, Latsi, Tsauri, dan
Dlahiri).
4. Beberapa hal yang menyebabkan suatu mazhab tetap
ada, antara lain : adanya para murid
dan pengikut yang turut menyebarkan pemikiran-pemikiran madzhab
tersebut, Adanya karya-karya peninggalan madzhab yang masih bisa diakses dan
dipelajari oleh generasi berikutnya, Adanya pengaruh dan campur tangan penguasa
dalam menentukan kebijakan dan aturan-aturan hukum suatu negeri. Sedangakan
beberapa hal yang menyebabkan suatu mazhab lenyap antara lain : Adanya para
murid Faktor-faktor Penyebab Lenyapnya Suatu Madzhab, Adanya pengaruh dari
kebijakan penguasa, Tidak adanya karya-karya peninggalan madzhab yang memadai, Faktor-faktor
para murid dan para pengikut.
DAFTAR PUSTAKA
Ash
Shiddiedy, Hasbi. 1974. Pengantar Ilmu
Fiqih. Jakarta: Bulan Bintang
Djazuli.
2005. Ilmu Fiqh : Penggalian,
Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Hanafi,
A.1984. Pengantar dan Sejarah Hukum
Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Shiddiqi,
Nourouzzaman. 1994. Sunni dalam
Perspektif Sejarah. Jurnal Al Jamiah no.57
Yusuf,
Muhammad, dkk. 2005. Fiqh dan Ushul Fiqh.
Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan kalijaga
0 komentar:
Posting Komentar